TARAKAN, Fokusborneo.com – Kunjungan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman ke Kalimantan Utara tidak hanya menjadi momentum penguatan program pangan nasional, tetapi juga ruang bagi daerah untuk menyampaikan persoalan mendasar.
Bupati Malinau, Wempi W. Mawa, menegaskan kembali harapan agar pemerintah pusat membantu menyelesaikan persoalan status lahan pertanian masyarakat yang masih berada dalam kawasan kehutanan.
“Yang pertama saya meminta kembali penegasan dari Pak Menteri Pertanian pada saat pertemuan di Tanjung Selor. Beberapa waktu lalu, dalam rapat koordinasi dengan beliau, saya sudah menyampaikan agar kami bisa dibantu dihubungkan dengan Kementerian Kehutanan. Karena beberapa kawasan persawahan masyarakat kami ini berada di dalam kawasan,” ujar Wempi, Senin (29/9/2025).
Menurutnya, lahan yang selama ini digarap secara turun-temurun oleh masyarakat bukanlah hutan lindung, melainkan kawasan budidaya kehutanan (KBK) maupun kawasan yang masuk dalam konsesi perusahaan. Hal ini membuat masyarakat kesulitan memperoleh kepastian hukum.
“Status pengakuan inilah yang kami perlukan. Pada saat itu kami sudah mengajukan surat resmi sesuai arahan beliau. Dan tadi Pak Menteri katakan kepada saya nanti saya akan dipertemukan langsung dengan Menteri Kehutanan. Itu yang sedang diagendakan,” jelas Wempi.
Ia menambahkan, usulan yang telah disampaikan Pemkab Malinau mencakup rencana pengembangan kawasan pertanian seluas 15 ribu hektare. Namun, menurutnya, pembahasan utama saat ini bukan hanya soal luasan, melainkan kepastian hukum bagi masyarakat.
“Yang kita perlukan sekarang adalah jaminan dulu bagi petani kita di sana. Bagaimana kami bisa optimal memproduksi pangan sesuai komitmen daerah dan Presiden kalau statusnya belum jelas. Inilah yang harus kita selesaikan dulu,” tegasnya.
Wempi menyebut kondisi Malinau berbeda dengan kabupaten lain di Kaltara. Luas wilayah Malinau sangat besar, namun alokasi Areal Penggunaan Lain (APL) hanya sekitar 9 persen. Sementara itu, 89 persen wilayah masuk dalam kawasan yang tidak bisa langsung dikelola masyarakat.
“Jadi bicara pengembangan memang sulit kalau kita tidak selesaikan tata ruang. Saya sudah paparan di Kementerian ATR/BPN, itu tahapan yang harus dilakukan. Dan tadi saya pertegas lagi di hadapan Pak Menteri agar segera dikomunikasikan dengan KLHK,” ungkapnya.
Selain Malinau, Kabupaten Nunukan juga menghadapi masalah serupa. Wempi menyebut, kebutuhan pengembangan kawasan pertanian di Nunukan juga mencapai 15 ribu hektare, sama dengan usulan Malinau.
“Karena kita ini berada di perbatasan langsung dengan Sabah dan Sarawak. Masyarakat adat merasa legal karena berada di wilayah adat, tapi dalam konteks pemerintah, status hukum itu yang harus dipastikan. Kalau tidak, kita akan selalu terbentur,” tuturnya.
Dengan adanya dukungan Mentan, Wempi berharap ada percepatan penyelesaian status lahan pertanian sehingga masyarakat bisa berproduksi secara legal dan optimal.
“Kalau persoalan ini selesai, saya yakin sektor pertanian kita bisa berkembang pesat, apalagi kita berada di perbatasan yang strategis,” pungkasnya. (**)
Discussion about this post