TARAKAN, Fokusborneo.com – Komisi 2 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tarakan melaksanakan kunjungan kerja (kunker) ke Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dikelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Yayasan Perguruan Kristen Toraja Cabang Tarakan, Kelurahan Pamusian, Kecamatan Tarakan Tengah, pada Selasa (30/9/25).
Kunjungan ini, bertujuan untuk memastikan kelayakan dapur dan kualitas pelaksanaan program MBG di Tarakan.
Kunker yang dipimpin langsung Ketua Komisi 2, Simon Patino, dan didampingi anggota Komisi 2, dr. Yuli Indrayani, serta perwakilan dari Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Tarakan.
Anggota Komisi 2, dr. Yuli Indrayani, menyatakan bahwa secara umum kondisi dapur MBG tersebut sudah memenuhi standar kelayakan.
“Dari segi luas bangunan sudah memenuhi standar, pemenuhan air bersihnya juga sudah memasuki kualifikasi standar, dan alat-alat yang digunakan untuk memasak serta penyediaan semuanya sudah spesifikasi standar,” ujarnya.
Namun, Komisi 2 menyoroti catatan penting terkait pemenuhan bahan baku. Saat ini, bahan baku yang digunakan masih sekitar 40% berasal dari luar daerah.
”Kami melihat itu memang yang diharapkan dari Pak Presiden Prabowo bahwa untuk MBG ini kita menggunakan menu lokal kisaran 80%. Tetapi yang terjadi memang pada saat ini terus terang dari Kota Tarakan sendiri sumber bahan baku itu masih mengambil dan kebanyakan dari luar,” kata Politisi Golkar.
Keterbatasan bahan baku lokal untuk variasi menu, seperti ikan Dori yang tidak tersedia di Tarakan, menjadi salah satu alasannya. Meskipun memahami kendala variasi menu, DPRD berharap ke depannya dapur-dapur MBG dapat lebih maksimal menggunakan bahan baku lokal.
”Kami harapkan ke depannya bahwa dapur-dapur yang berjalan nanti bisa menggunakan bahan baku lokal agar apa supaya para petani nelayan kita juga kehidupan perekonomiannya bisa lebih terangkat. Jadi perputaran ekonomi kita juga bisa jadi lebih maju,” tegas dr. Yuli.
Untuk menu ikan, Tarakan memang banyak menghasilkan ikan bandeng. Namun, untuk menghindari kebosanan, perlu variasi. Ia mencontohkan, jika menggunakan bandeng, maka pengolahannya harus dipikirkan agar mudah dimakan anak-anak, misalnya dengan di-fillet tanpa duri.
”Kalau untuk ayam sendiri tadi saya tanya kalau ayam sudah menggunakan ayam lokal, jadi sudah dari peternak lokal,” tambahnya.
Sementara itu, dari sisi kesehatan dan sanitasi, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Kota Tarakan, Paulina, menjelaskan pihaknya rutin melakukan inspeksi.
”Kami melakukan inspeksi kesehatan lingkungan yang dilakukan setiap bulan. Kita datang untuk pengawasan ke MBG karena memang dalam aturannya itu di tahap awal 6 bulan pertama itu memang setiap bulan harus didatangi,” jelas Paulina.
Pengawasan mencakup sanitasi, kebersihan dapur, tempat packing makanan, hingga penjamah makanan.
Dinas Kesehatan juga telah mengambil sampel makanan untuk diperiksa di laboratorium.
Berdasarkan hasil inspeksi kesehatan lingkungan terakhir, dapur tersebut mendapatkan skor 85,9 yang artinya sudah memenuhi syarat.
Semua pekerja juga dipastikan telah mengikuti pelatihan penjamah dan menjalani tes kesehatan, dengan ketentuan yang sakit harus berobat sampai sembuh sebelum bekerja.
Analis Gizi Dinkes Armina, menambahkan secara umum kandungan gizi sudah terpenuhi, namun timnya menemukan beberapa kasus porsi yang tidak sesuai, seperti sayuran dan tempe yang terlalu sedikit.
“Kami selalu merekomendasikan sesekali melihat lagi pemorsian seperti itu, jangan sampai ada yang terlewatkan karena namanya kerjanya manusia kadang tepat kadang juga kurang,” tutupnya.
Program MBG di dapur tersebut, melayani 3 kali pengantaran setiap hari, dengan proses memasak sudah dimulai sejak pukul 02.00 dini hari. Penentuan menu telah disepakati berdasarkan petunjuk teknis (juknis) dari Badan Gizi Nasional (BGN), namun juga berpatokan pada muatan lokal dan bahan baku yang dimiliki daerah.(**)
Discussion about this post