BALIKPAPAN, Fokusborneo.com — Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Balikpapan menegaskan persoalan sampah pesisir yang selama ini mencemari teluk dan garis pantai kota tidak sepenuhnya disebabkan oleh perilaku warga setempat.
Berdasarkan hasil pemantauan lapangan, identifikasi jenis sampah, serta analisis pola arus laut, sebagian besar sampah yang ditemukan di pesisir merupakan kiriman dari luar wilayah.
Kabid Kebrsihan DLH Balikpapan, Dodi Yulianto, menjelaskan data timbulan sampah memperlihatkan kontribusi warga lokal terhadap sampah pesisir sangat kecil.
“Secara data, sampah pesisir yang berasal dari aktivitas warga Balikpapan hanya di bawah 0,4 persen dari total timbulan sampah. Kondisi yang terlihat di pantai itu sebagian besar memang sampah kiriman,” ucapnya.
Temuan tersebut diperoleh melalui pemantauan rutin yang dilakukan petugas pesisir, termasuk pendataan sampah berdasarkan jenis dan kondisi yang menunjukkan asal muasalnya.
Ia menjelaskan, pola arus laut dan perubahan angin sangat berpengaruh terhadap jumlah sampah yang masuk ke Teluk Balikpapan. Salah satu momen yang kerap memicu lonjakan sampah kiriman adalah musim angin selatan pada Agustus hingga November.
Pada periode itu, arus laut dari bagian selatan membawa sampah-sampah dari wilayah pesisir lain dan akhirnya terdampar di pantai Balikpapan.
“Setiap musim angin selatan, karakter sampah di pesisir berubah. Banyak jenis sampah dari luar wilayah yang terbawa arus dan menumpuk di teluk,” katanya.
DLH mencatat sebagian besar sampah kiriman tersebut berupa plastik sekali pakai, kemasan makanan, botol minuman, hingga kayu ringan. Banyak dari jenis-jenis tersebut telah mengalami degradasi atau terbawa dalam jumlah besar, sehingga sulit berasal dari satu titik pembuangan lokal.
Pola sebarannya juga menguatkan dugaan bahwa sampah berasal dari daerah lain yang berada dalam lintasan arus Selat Makassar.
Meski persentase sampah lokal tergolong kecil, Dodi menegaskan bahwa perilaku membuang sampah ke sungai dan pesisir tetap menjadi perhatian.
Segelintir oknum yang membuang sampah sembarangan tetap memberikan dampak lingkungan, terutama karena saluran sungai di Balikpapan langsung bermuara ke laut.
Selain mencemari ekosistem, perilaku tersebut juga merusak estetika kawasan pesisir yang menjadi ruang publik warga.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, DLH terus meningkatkan upaya pembersihan, pemantauan, dan pendataan harian.
Patroli pesisir dilakukan secara berkala oleh petugas yang disebar ke titik-titik rawan penumpukan sampah seperti kawasan Manggar, Lamaru, hingga Teluk Balikpapan.
Selain itu, DLH juga memperkuat kerja sama antarwilayah, terutama dengan daerah yang berada dalam jalur arus laut yang berpotensi membawa sampah kiriman.
Koordinasi lintas daerah dinilai sangat penting, mengingat masalah sampah pesisir tidak dapat diatasi oleh satu kota saja.
“Pengelolaan sampah pesisir ini sifatnya lintas batas. Perlu kolaborasi antardaerah yang berada di sekitar Selat Makassar agar upaya pengendalian dapat berjalan lebih efektif,” ujar Dodi.
Ia menambahkan, upaya kolaboratif ini mencakup forum komunikasi, penyamaan data lapangan, serta rencana aksi bersama untuk meminimalkan sampah yang berpotensi hanyut ke laut.
Melalui edukasi yang konsisten kepada masyarakat, peningkatan patroli, serta kerja sama regional, DLH berharap kualitas lingkungan pesisir Balikpapan dapat terus membaik.
Dodi juga mengajak seluruh warga untuk terlibat dalam menjaga kebersihan pesisir dengan tidak membuang sampah ke sungai maupun ruang-ruang terbuka yang rawan terbawa air hujan menuju laut.
“Setiap tindakan kecil berdampak besar bagi pesisir. Menjaga kebersihan adalah bagian dari menjaga masa depan kota,” ujarnya. (oc)















Discussion about this post