BALIKPAPAN, Fokusborneo.com — Kota Balikpapan kembali mencatat pencapaian penting di bidang lingkungan setelah ditetapkan sebagai salah satu kota percontohan nasional dalam pengelolaan sampah.
Penghargaan ini diberikan karena konsistensi pemerintah daerah dalam menerapkan sistem pengelolaan yang berorientasi pada pengurangan sampah dari sumber, penguatan jaringan bank sampah, serta pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Manggar yang lebih efektif dibanding banyak daerah lainnya di Indonesia.
Kabid Tata Lingkungan dan Perlindungan SDA DLH Balikpapan, Afrrizal menjelaskan penetapan status ini sekaligus menjadi tantangan baru bagi DLH untuk terus berinovasi.
“Menjadi kota percontohan bukan berarti pekerjaan kami selesai. Justru ini menuntut kami semakin kreatif dan inovatif untuk menjawab kebutuhan pengelolaan sampah di masa depan. Tantangan di lapangan terus berkembang, mulai dari pertumbuhan populasi hingga volume sampah yang meningkat setiap tahun,” ujarnya, Senin (1/12/2025).
Salah satu fokus utama DLH adalah penerapan teknologi pengolahan sampah modern. Berbagai opsi tengah dikaji, seperti Refuse-Derived Fuel (RDF), Solid Recovered Fuel (SRF), serta teknologi pirolisis. Inovasi ini diharapkan dapat mengurangi beban TPA Manggar yang saat ini kapasitasnya semakin menipis.
Teknologi tersebut berpotensi mengubah sampah menjadi energi atau bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan, sekaligus mengurangi risiko penumpukan sampah yang menimbulkan pencemaran.
“Volume sampah yang terus meningkat setiap tahun membuat kapasitas TPA menjadi tantangan utama. Kita tidak bisa hanya mengandalkan lahan; teknologi menjadi kunci solusi jangka panjang. RDF, SRF, dan pirolisis adalah opsi yang sedang kami pelajari agar pengelolaan sampah Balikpapan lebih modern dan efisien,” jelas Afrrizal.
Selain fokus pada teknologi, DLH juga memperkuat program edukasi masyarakat terkait pemilahan sampah dari rumah tangga.
Masyarakat didorong untuk mengelola sampah organik secara mandiri melalui komposter atau lubang biopori, sedangkan sampah anorganik diarahkan ke bank sampah. Langkah ini diharapkan dapat menekan volume sampah residu yang masuk ke TPA, sehingga kapasitas pengolahan dapat lebih optimal.
Afrrizal menambahkan dukungan pemerintah pusat sangat dibutuhkan untuk percepatan implementasi teknologi pengolahan sampah. Selain pembiayaan, regulasi dan pendampingan teknis menjadi faktor penting agar inovasi dapat berjalan maksimal.
“Kami berharap pemerintah pusat dapat mempercepat dukungan, termasuk dalam bentuk regulasi, pembiayaan, dan pelatihan teknis. Tanpa kolaborasi lintas sektor, potensi teknologi tidak akan optimal,” tuturnya.
Dengan status sebagai kota percontohan nasional, Balikpapan diharapkan menjadi model keberhasilan pengelolaan sampah modern yang dapat ditiru oleh kota-kota lain di Indonesia.
DLH menegaskan komitmennya untuk terus memperbaiki sistem pengelolaan sampah, memperkuat edukasi dan partisipasi masyarakat, serta mempercepat pemanfaatan teknologi inovatif.
Semua langkah ini bertujuan untuk mewujudkan Balikpapan sebagai kota yang bersih, hijau, dan berkelanjutan, sekaligus menjaga kualitas hidup warganya di tengah pertumbuhan urban yang pesat.
“Kedepan, kami ingin Balikpapan bukan hanya menjadi kota bersih, tetapi juga menjadi kota inovatif dalam pengelolaan sampah. Semua pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, memiliki peran penting untuk mewujudkan hal ini,” pungkas Afrrizal. (oc)















Discussion about this post