TARAKAN – Kondisi extraordinary akibat pandemi Covid-19 bagi Indonesia, diantisipasi oleh Pemerintah dengan respons, kebijakan dan solusi yang juga extraordinary. Dimana disisi fiskal, Pemerintah mengalokasikan belanja yang sangat signifikan untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi Indonesia.
Kepala Subdirektorat Pengembangan dan Pendalaman Pasar Surat Utang Negara DJPPR Hendi Mufti Setiawan, S.T., M.Ec mengatakan, defisit APBN tahun 2020 sebesar 1,76% yang direvisi melalui Perpres 54 tahun 2020 menjadi 5,07% akhirnya harus direvisi kembali menjadi 6,34% melalui Perpres 72 tahun 2020 karena terjadinya penurunan pendapatan negara dan naiknya belanja negara untuk tambahan penanganan Covid-19 termasuk program Pemulihan Ekonomi Nasional.
“Perubahan defisit yang melebar dalam postur APBN 2020 merupakan konsekuensi logis yang tidak bisa dihindari dan memerlukan strategi serta arah kebijakan yang tepat untuk membiayainya. Strategi Pembiayaan yang Oportunistis, Terukur, dan Prudent dilakukan untuk mendukung APBN dalam mempercepat penanganan Covid-19 dan menjaga perekonomian Indonesia ,†kata Hendi Mufti Setiawan saat menjadi narasumber di webinar series 4.0 jilid IV yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Kaltara, Selasa (14/7/20).
Strategi Pembiayaan APBN 2020 antara lain :
- Optimalisasi sumber pembiayaan non utang;
- Fleksibilitas pinjaman tunai;
- Fleksibilitas penambahan SBN;
- Mengutamakan penerbitan SBN melalui mekanisme pasar;
- Dukungan Bank Indonesia sebagai sumber pembiayaan yang bersifat last resort/back stop.
“Sebagai salah satu strategi pembiayaan APBN 2020 adalah penerbitan Surat Utang Negara (SUN) yang bertujuan adalah untuk membiayai defisit APBN, menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari rekening Kas Negara dalam satu tahun anggaran (cash-mismatch), serta mengelola portofolio utang negara,†ujar Hendi.
Adapun manfaat dari SUN adalah sebagai instrumen fiskal, sebagai instrumen investasi, instrumen moneter, dan mendorong terciptanya acuan imbal hasil (benchmark yield) bagi penilaian harga instrumen keuangan lainnya. Terdapat beberapa jenis SUN untuk investor ritel yaitu Obligasi Republik Indonesia (ORI) dan Saving Bond Ritel (SBR). ORI dapat diperdagangkan, kupon tetap dan berpotensi capital gain, Sementara SBR tidak dapat diperdagangkan, namun dapat dicairkan lebih awal (early redemption), kupon mengambang dengan batas kupon terendah (floating with floor) dan tidak berpotensi capital gain.(**/mt)
Discussion about this post