TARAKAN – Komisi II DPRD Kota Tarakan langsung memanggil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan terkait rencana akan kembali membuka pembelajaran tatap muka di sekolah mulai 4 Januari 2020. Dalam pertemuan yang berlangsung di Kantor DPRD Kota Tarakan, Rabu (30/12/20), DPRD meminta Disdikbud meninjau kembali pelaksanaan proses pembelajaran tatap di sekolah.
Pertemuan antara anggota Komisi II dengan Disdikbud serta Kepala Sekolah, dipimpin langsung Ketua Komisi II DPRD Kota Tarakan Sofyan Udin Hianggio. Pada kesempatan ini, Komisi II atas nama DPRD meminta menunda pelaksanaan pembelajaran tatap muka di sekolah.
Menurutnya apabila pembelajaran kembali dibuka di sekolah dan siswa yang masuk setengahnya, jika dijumlahkan dengan seluruh ruang belajar yang ada jumlahnya tetap banyak. Belum lagi dengan orang tua siswa yang mengantar jemput ke sekolah.
“Kalau kita hitung saja umpannya setengah saja kelasnya di buka dari 10 rombel, berarti kan ada 15 atau 16 berartikan ada sekitar 150 sama orang tua berarti kan 300 kumpul itu menjadi pertanyaan kami,” ujar politisi Partai Golkar.
Sofyan juga mempertanyakan, estimasi biaya untuk pengadaan kebutuhan protokol kesehatan di sekolah. Jangan sampai setelah berjalan, anggaran dibutuhkan untuk keperluan prokes tidak ada.
“Apakah estimasi biaya sudah dipersiapkan untuk pembelajaran tatap muka, karena ini bukan proses pembelajaran biasa harus jelas anggarannya. Ketika itu tidak dipersiapkan maka akan masalah besar untuk ruang penyebaran Covid-19, kasian tenaga pendidik dan anak didik ketika terpapar itu cukup merepotkan Dinas Kesehatan. Apalagi sekarang over kapasitas rumah sakit,” tegas Opan sapaan Sofyan Udin Hianggio.
Dijelaskan Sofyan, apalagi sekarang ini memasuki musim pancaroba yang menyebabkan banyak orang sakit seperti demam, batuk, pilek dan penyakit lainnya karena perubahan musim. Sehingga sangat rentang tertular Covid-19 dengan daya tahan tubuh yang lemah.
“Sekarang ini Kaltara ini masuk 10 besar di Indonesia penyebaran virus Covid-19 kalau gak salah diurutan 6, nah apa tidak terlalu beresiko kita mau melakukan sekolah tatap muka seperti itu artinya ini kan jadi bahan pertimbangan juga untuk Disdikbud. Yang kami mempertanyakan survei itu apa dasarnya, kalau survei itu kan yang saya tahu mau tidak anaknya sekolah atau tidak tapi tidak pernah diberikan penjelasan terkait resiko dan kesehatan yang akan terjadi itu kan tidak pernah disosialisasikan,” beber Opan.
Sofyan menerangkan Menteri Luar Negeri membuat rekomendasi melarang orang dari luar negeri untuk masuk ke Indonesia terkait virus varian baru yang lebih ganas, ini harusnya juga menjadi pertimbangan rencana pembelajaran tatap muka agar penyebaran Covid-19 tidak semakin meluas.
“Saat pemerintah memberlakukan PSBB itu masih satu dua kasus atau beberapa kasus saja tapi mengorbankan anggaran Milyaran rupiah tapi tidak melaksanakan sekolah tatap muka, itu kan harus menjadi pertimbangan apa yang kita lakukan itu hanya sia-sia. Belum lagi kondisi sekarang yang lagi rumah sakit full tapi akhirnya tetap mau dibuka sekolah,” ucap Opan.
Sebelum pembelajaran tatap muka di sekolah dibuka, harusnya ada masa percobaan dan disosialisasikan. Pelaksanaannya juga berjenjang mulai dari SMA, SMP, SD baru TK.
“SMA malah belum buka, nah ini kan aneh Provinsi belum buka ko kita sudah melakukan ini padahal kan tingkatannya seperti itu. Intinya kami merekomendasikan untuk meninjau kembali,” tutup Opan.(mt)
Discussion about this post