JAKARTA – Pimpinan Komite II DPD RI Hasan Basri minta pemerintah jamin ketersediaan pupuk bagi para petani. Keberadaan pupuk sering dikeluhkan para petani karena baru ada setelah masa tanam sudah lewat.
“Saya mengusulkan pupuk subsidi dihapus. Harga pupuk yang diatur ada harga bawah dan harga atas tentu disesuaikan dengan jenis dan kwalitas. Selama ini pupuk sering datangnya terlambat, masa tanam sudah lewat baru ada pupuk,” kata Hasan Basri, Jumat (8/1/21).
Ketersediaan pupuk dimasa tanam pertama dan masa tanam kedua, sangat dinanti para ketani. Sebab keberhasilan bercocok tanam, terganggu terhadap ketersediaan pupuk.
“Ini perlu mendapat perhatian pemerintah pusat khususnya Kementerian Pertanian untuk menjaga ketahanan pangan. Seringkali petani dipermainkan para tengkulak yang memberikan pinjaman pupuk dengan pembayaran pasca panen dengan harga yang tinggi,” ujar Wakil Ketua Komite II DPD RI.
Diharapkan penyediaan pupuk tidak hanya difokuskan pada daerah lumbung pangan di Pulau Jawa, tetapi juga daerah lainnya seperti di Pulau Kalimantan.
“Adanya pupuk ini bisa merangsang para petani di Pulau Kalimantan dalam mengembangkan hasil olahan pertaniannya. Selama ini dalam bercocok tanam para petani khususnya di Kalimantan Utara, jarang menggunakan pupuk karena minimnya ketersediaan pupuk apalagi yang berada di daerah pedalam,” ucap HB.
Tidak hanya untuk bercocok tanam padi, ketersediaan pupuk juga harus disiapkan buat perkebunan dan perikanan seperti budi daya tambak. Permasalah lainnya, keberadaan penyuluh untuk meningkatkan sumber daya manusia yang handal untuk mewujudkan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang tangguh, produktif, efisien, dan berdaya saing.
“Upaya revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan yang didukung oleh adanya sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan, sangat perlu. Sistem penyuluhan selama ini belum didukung oleh peraturan perundang-undangan yang kuat dan lengkap. Sehingga kurang memberikan jaminan kepastian hukum serta keadilan bagi pelaku utama, pelaku usaha, dan penyuluh,” beber Senator Muda Kaltara.
Menurutnya perubahan peraturan perundang-undangan dan kebijakan penyuluhan yang demikian cepat, telah melemahkan semangat dan kinerja para penyuluh. “Sehingga dapat menggoyahkan ketahanan pangan dan menghambat pengembangan perekonomian nasional,” tutup alumni Magister Universities Borneo Tarakan.(wk)