BUNYU – Jangan pernah sakit di Pulau Bunyu. Kalau tidak mau menderita dua kali. Pilihannya pun hanya dua. Dirawat di Puskesmas alakadarnya, atau dirujuk ke Tarakan.
Masalah fasilitas kesehatan di Bunyu sudah berlangsung dari tahun ke tahun. Hanya ada satu puskesmas. Walau pun di Kecamatan yang kaya mineral ini berdiri perusahaan raksasa sekelas Pertamina. Tetap saja, pelayanan kesehatan warga setempat sangat minimalis.
Jika sakit kategori parah, puskesmas setempat hanya dapat merujuk pasien ke rumah sakit di Tanjung Selor atau Tarakan. Tentu biayanya sangat besar. Makanya ada adagium disana, jangan pernah sakit di Bunyu.
Tahun 2019 keluhan ini kembali mengemuka. Maklum musim kampanye. Bunyu adalah kecamatan seksi. Hampir semua calon legislatif khususnya DPR RI menarget Bunyu. Daftar Pemilih Tetap (DPT) sekitar 7.500 suara. Cukup menggiurkan.
Hampir seluruh Caleg datang ke Bunyu. Berdialog dengan warga, sekaligus menebar janji manis. Termasuk Deddy Sitorus, Caleg PDI Perjuangan.
Dia mendengarkan keluhan warga Bunyu. Kesimpulan Deddy Sitorus, Bunyu butuh dua fasilitas utama. Rumah Sakit dan Pelabuhan. Kala itu, Deddy Sitorus berjanji akan berjuang di Jakarta untuk merealisasikan keinginan warga Bunyu.
Tentu yang berjanji ke mereka bukan hanya Deddy Sitorus, seluruh caleg juga melakukan hal yang sama. Tapi Deddy Sitorus, bukan sekadar janji, dia serius memperjuangkannya. Walau hasil jualan kecap di Bunyu hanya menghasilkan 300 suara saja. Tapi Ia tidak bergeming. Rumah sakit dan pelabuhan yang diimpikan warga Bunyu tetap diperjuangkannya.
Butuh dua tahun mewujudkan janji politik itu. Nyaris lepas. Rupanya, Bunyu bukan prioritas. Deddy pun bergerilya. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dikejar. Ahh, ternyata sedang di Amerika. Namun, Menkes mengarahkan anggota Komisi 6 ini berbicara langsung dengan Dirjen Pelayanan Kesehatan.
“Saya terpaksa pukul meja. Minta Bunyu di prioritaskan,” ceritanya.
Usahanya berhasil. Usulan pembangunan Rumah Sakit Pratama Bunyu, disetujui. Deddy bisa meyakinkan Kementrian Kesehatan, bahwa Bunyu sama pentingnya dengan Bolaang Mongondow Sulawesi Utara. Dan Bunyu lah yang dipilih.
“Persis dua tahun perjuangan ini berhasil. Dan dua tahun sejak kampanye pula saya kembali ke Bunyu. Dulu saya jualan kecap. Hari ini saya bawa kecapnya ke Bunyu,” katanya diikuti tepuk tangan.
Wajar, Deddy Sitorus datang ke Bunyu dengan dada terbusung. Suaranya lantang. Menandakan kepercayaan dirinya tinggi. Dia tidak perlu menunduk malu. Kata-kata yang keluar saat pidato peletakan batu pertama RS Pratama di Bunyu itu sangat lugas.
“Hanya satu pesan saya. Manfaatkan rumah sakit ini sebaik-baiknya. Tapi kalau sudah masuk jangan lama-lama,” katanya sambil berkelakar.
Wajar, di momen bersejarah itu pujian ke Deddy Sitorus datang bertubi-tubi. Mulai Bupati Bulungan Syarwani, Kepala Desa, hingga tokoh masyarakat Bunyu. Mereka mengakui kinerjanya. Perjuangannya dan dedikasinya. Bahkan tanpa segan, Syarwani menyapa Deddy Sitorus dengan sapaan Abang.
“Mohon maaf saya memanggil Abang. Terimakasih Bang Deddy. Sudah membantu meringankan tanggung jawab saya,” ujar Syarwani.
Kini, tinggal satu kecap lagi. Kecap itu berwujud pelabuhan. Bulan depan Deddy Sitorus akan kembali lagi ke Bunyu. Meletakkan batu pertama. Sebagai penanda pembangunan pelabuhan Bunyu telah dimulai. Batu itu adalah saks bisu. Ternyata, di negeri ini masih ada politisi yang bisa mewujudkan kecap manis yang dijanjikan saat kampanye. (pai)
Discussion about this post