MALINAU – Refleksi 1 tahun kepemimpinan Wempi W Mawa-Jakaria memimpin Malinau menjadi ajang nostalgia. Dua mantan Bupati Malinau, Martin Billa dan Yansen TP berada dalam satu tarikan nafas.
“Hari ini tepat 11 tahun 23 hari saya kembali menginjak gedung ini lagi,” ujar Martin Billa.
Tepuk tangan bergemuruh. Lantas gedung serba guna Pemkab Malinau itu kembali hening. Semua mata tertuju ke atas panggung. Bupati pertama Malinau itu juga terdiam. Ia seperti bingung memilih kata-kata. Suasana hatinya bergejolak.
Di gedung inilah Ia berkutat selama 10 tahun membangun Malinau dari nol.
“Tahun 2001 pertama kali Malinau menjadi Kabupaten kami hanya punya uang 50 juta rupiah. PNS cuma 20 orang. Itulah titik awal kami bekerja tanpa lelah membangun Malinau,” kisahnya mengenang masa-masa awal perjuangannya.
Mengenakan baju batik ornamen dayak berwarna merah, Anggota DPD RI itu terlihat tetap segar. Intonasi suaranya masih seperti dulu, bariton. Tapi pada pidato kali ini Martin Billa tampak gugup. Padahal pidato adalah makanannya sehari-hari.
Siang itu, Martin Billa memang tidak menyiapkan naskah pidato. Dia mengira hanya hadir sebagai undangan. Tapi usai Wempi menyampai paparan satu tahun pemerintahannya, nama Martin dipanggil. Ekspresinya berubah. Terkejut. Panitia memang sengaja tidak memberi tahunya.
“Saya seperti ditodong. Jadi bingung mau ngomong apa,” ucapnya. Ratusan undangan yang hadir di gedung itu pun tertawa.
Setelah berhasil menguasai diri. Kalimat demi kalimat mengalir begitu lancar. Ia pun mengingatkan Wempi-Jakaria untuk berpegang pada dua prinsip.
“Kuncinya menjaga keseimbangan untuk menuju Malinau yang harmonis dan sejahtera,” ungkap Martin.
Martin Billa memang menjadi bintang pada refleksi siang itu. Wempi terlihat ikhlas membiarkan seniornya itu menjadi pusat perhatian. Ratusan orang yang hadir, ingin melepaskan rindu. Martin masih ingat orang-orang yang menyapanya. Pasti, diantara khalayak itu ada mantan anak buahnya. Atau anak dari para pembantunya dulu.

Dengan sabar Ia melayani foto selfie. Sambil menyapa hingga tertawa bersama.
Usai acara Wempi mengajak Martin, tur nostalgia di ruang kerja Bupati. Di ruangan inilah Martin bekerja Membangun Malinau. Ia bercerita tidak ada yang berubah dari ruangan itu.
“Wah ini nostalgia. Ruangan ini luar biasa bagi saya. Kenangannya begitu indah,” ungkapnya.
Tiba-tiba usil saya muncul. Saya meminta Martin duduk di kursi Bupati dan Wempi berdiri disebelahnya. Wempi lantas mempersilahkan Martin duduk. Namun Martin menolak secara halus.
“Jangan dong ini kursi Pak Wempi. Kita poto berdiri aja,” uangkapnya sambil menepuk-nepuk pundak Wempi.
Usai sesi foto mereka berdua mereka menuju ruang makan. Persis disebelah pintu masuk, Martin sempat mengelus piala Kalpataru. Sebuah piala bergengsi yang diraih Malinau saat dia berkuasa. Tangannya sempat mengelus-elus beberapa detik. Mungkin dia langsung terkenang perjuangannya mendapatkan piala itu.
Nah, ada momen menarik saat para undangan mulai meninggalkan ruang pertemuan. Tepatnya di pintu masuk kantor Bupati. Di ruangan itu panitia memang menyiapkan seorang pemusik tradisional. Ia duduk di kursi sambil memainkan alat musiknya. Terdengar syahdu. Wempi mulai menari. Di seberangnya Martin memperhatikan sambil tertawa. Tiba-tiba Martin ikut menari. Jadilah Bupati pertama dan kedua itu memperlihatkan kemahirannya menari.
Kemana Bupati ke dua Yansen TP? Wakil Gubernur Kaltara ini rupanya persis berada di sebelah Wempi. Ia tampak malu-malu. Tapi orang-orang di ruangan itu minta Yansen juga ikut menari. Rupanya orang nomor dua di Kaltara itu tidak tahan juga. Handphone dan masker miliknya diserahkan ke Ping Ding istrinya. Yansen pun ikut berdendang.
Mungkin inilah puncak dari refleksi satu tahun Wempi-Jakaria. Bukan di gedung pertemuan itu. Bukan juga di ruang makan. Tapi terjadi loby lantai satu. Disaat dua orang mantan Bupati dan seorang Bupati menari bersama. Walau tidak lama, tapi mereka bertiga larut dalam kegembiraan. Berada dalam satu frekuensi menuju Malinau yang Harmoni.
Penulis : Doddy Irvan/Pai
Discussion about this post