TANA TIDUNG – Musibah jebolnya tanggul limbah dari kegiatan pertambangan milik PT KPUC di Wilayah Malinau Selatan pada tanggal 16 Agustus 2022 mulai meluas hingga Kabupaten Tana Tidung.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah B3 dan Pengendalian Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tana Tidung (KTT) Bondan Harismatarko.

Bondan menjelaskan, kronologi tercemarnya wilayah sungai Sesayap, berawal dari beredarnya informasi terkait pencemaran di group WhatsApp Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKP SDA) Wilayah Sungai (WS).
“Kabar tersebut mulai ramai, sehingga pada pukul 09.35 Wita dilakukan pemantauan fisik di pelabuhan Tidung Pala dengan hasil kondisi air keruh berwarna putih,” jelas Bondan, Kamis (18/8/2022).
Selanjutnya, hasil pemantauan tersebut kemudian dilaporkan ke atasan terkait dugaan pencemaran. Kemudian menindaklanjuti laporan tersebut dan diarahkan untuk dilakukan pengambilan sampel kualitas air.
“Setelah berkoordinasi dengan pihak terkait dan laboratorium Sucofindo Tarakan, bersama-sama dengan Direktur PDAM, tim dari DLH KTT melakukan pengambilan sampel air di 5 lokasi, yaitu intake PDAM Tidung Pala, Intake PDAM Sedulun, Hulu Sungai Sesayap wilayah Administrasi Tana Tidung, Depan Pelabuhan Sesayap Hilir, dan Depan Bebatu Supa,” terangnya.
Bondan mengatakan hasil sampel yang diuji ditemukan, pertama kandungan kalsium karbonat atau kapur yang tinggi yang ditunjukkan dengan warna putih pada permukaan perairan.
Hasil kedua yakni, total solid suspension atau kekeruhan yang tinggi ditunjukkan dengan cairan yang tidak dapat ditembus cahaya dan PH yang rendah serta oksigen terlarut yang rendah sebagai sifat umum air tambang.
Pada pengambilan sampel air juga dilakukan pemantauan terhadap air anak sungai yg bermuara ke sungai Sesayap.
Hasil pemantauan di muara sungai Sesayap air yang berwarna putih masuk ke badan anak sungai yang mungkin dipengaruhi oleh kondisi pasang air sungai.
“Pada kelima titik pengambilan sampel air, hanya sampel air di depan Bebatu Supa yang memiliki penampakan fisik jernih, tidak seperti pada sampel air sebelumnya,” tegasnya.
Dampak dari pencemaran yang telah diambil sampelnya dari 5 titik yakni meningkatnya biaya produksi dan penyediaan air bersih pada PDAM dan masyarakat, kurangnya hasil tangkapan ikan, kesehatan kemudian biaya pemulihan.
Pemerintah KTT melalui DLH segera menyampaikan kepada masyarakat kondisi pencemaran saat ini dan mengimbau masyarakat menggunakan sumber air alternatif.
“Lalu, mengevaluasi pengoperasian PDAM dengan bahan baku air sungai sesayap. Melakukan pemantauan Tahap 2 pada jangka waktu tertentu (melihat kondisi sungai) guna mengetahui secara pasti kondisi Sungai Sesayap sebagai air baku PDAM dan kebutuhan masyarakat,” katanya.
Selain itu, Bondan juga mengatakan pihaknya akan melakukan penghitungan kerugian ekonomi akibat pencemaran. (Her/Iik)