TANA TIDUNG – Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono beserta jajaran melakukan kunjungan ke sejumlah desa di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), Sabtu (19/11/22). Kedatangannya ini, untuk melihat perkembangan program rehabilitasi mangrove yang telah berjalan sejak tahun 2021.
Salah satunya, lokasi penanaman mangrove di Desa Bebatu, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tana Tidung yang juga menjadi lokasi penanaman mangrove bersama Presiden Joko Widodo dan sejumlah Duta Besar dari berbagai negara pada tahun 2021 silam.
Setelah meninjau mangrove di Desa Bebatu, Kepala BRGM juga melanjutkan perjalanan ke Desa Sengkong yang menjadi lokasi penanaman mangrove pada tahun 2022. Target rehabilitasi mangrove di Desa ini mencapai 101 hektare, dan dilaksanakan oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Pemuda Tani.
![width"450"](https://fokusborneo.com/wp-content/uploads/2024/07/IMG_20240718_195053_600_x_1100_piksel.jpg)
“Menurut penilaian saya sendiri, saya berani mengatakan bahwa ketika tambak ditanami mangrove, hasilnya akan jauh lebih baik,” ujar paman Kadir, pemilik tambak yang menjadi lokasi program PRM tahun 2022.
Ia bercerita, setahun setelah menanam mangrove di tambaknya, peningkatan hasil tambak sudah terasa. Misalnya saja, hasil panen kepiting di tambaknya beberapa bulan yang lalu, mampu mencapai angka Rp 60 juta.
“Apalagi jika kita menunggu hasil hingga beberapa tahun ke depan,” tambah Kadir.
![blank](https://fokusborneo.com/wp-content/plugins/wp-fastest-cache-premium/pro/images/blank.gif)
Kepala BRGM Hartono berdiskusi bersama petambak. Foto : Ist
Keyakinan ini, ia peroleh dari cerita koleganya pemilik tambak yang lain, H. Jufri. Bahkan ia telah melakukan swadaya penanaman mangrove di tambak miliknya sejak 10 tahun yang lalu.
“Saat panen, H. Jufri selalu mengirimkan videonya, dan saya lihat hasilnya memang luar biasa,” cerita Kadir.
Selanjutnya, Kepala BRGM beserta jajaran juga menyempatkan diri untuk meninjau beberapa calon lokasi penanaman mangrove di tahun 2023.
Kunjungan ini dilaksanakan untuk memastikan keberlanjutan dari program rehabilitasi mangrove nasional, yang merupakan bagian dari upaya pemerintah Indonesia berkontribusi dalam aksi mitigasi perubahan iklim.
Mangrove diketahui memiliki potensi penyimpanan karbon di mangrove 3-5 kali lebih tinggi dibandingkan hutan tropis daratan.
Selain itu, mangrove juga dikenal sebagai sumber mata pencaharian masyarakat disekitarnya.
Diperkirakan sekitar 120 juta orang hidup dekat dengan mangrove dan bersumber penghidupan dari mangrove.
![blank](https://fokusborneo.com/wp-content/plugins/wp-fastest-cache-premium/pro/images/blank.gif)
Lokasi rehabilitasi mangrove di Kaltara. Foto : Ist
Ragam manfaat yang ditawarkan oleh ekosistem mangrove membuat program percepatan rehabilitasi mangrove menjadi salah satu fokus utama pemerintah. Namun, rehabilitasi mangrove membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Estimasi kebutuhan anggaran untuk melakukan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 hektar adalah sekurangnya Rp 26 triliun.
Hal ini jika mengacu pada satuan biaya rehabilitasi mangrove dengan rata-rata Rp 25.000.000/ha.
Khusus di tahun 2023-2025, program percepatan rehabilitasi mangrove akan didukung oleh beberapa lembaga pembangunan, termasuk Bank Dunia, melalui program Mangroves for Coastal Resilience (M4CR).
Melalui program M4CR, akan dilakukan rehabilitasi mangrove seluas 75.000 ha dan pengelolaan lanskap mangrove pada 4 Provinsi diantaranya Riau, Sumatera Selatan, Kaltara, dan Kalimantan Timur.
Selain dukungan finansial, program percepatan rehabilitasi mangrove juga membutuhkan sinergitas dari berbagai pihak yang terkait.(**)