TARAKAN – Gerakan Pemuda Nusantara (GPN) Kota Tarakan melaksanakan Dialog Kepemiluan dengan Tema “Tarakan Darurat Politik Uang?”, Sabtu (3/2/2024) di salah satu cafe di Jalan Jenderal Sudirman.
Hadir sebagai narasumber Ketua GPN Kaltara Rahmat Nur, Komisioner KPU Herry Fitrian, Komisioner Bawaslu Tarakan Johnson, Kasat Reskrim Polres Tarakan AKP Randhya Sakthika Putra.
Sesuai dengan tema, Ketua GPN Kaltara Rahmat Nur menilai praktik politik uang masih ada maka perlu dilakukan upaya untuk memutus lingkaran tersebut.
“Politik uang ini seperti lingkaran setan, kami punya harapan besar bagaiman memutus ini (politik uang),” jelas Rahmat Nur.
Berdasarkan penelitian generasi milenial menjadi generasi yang semakin kecil persentasenya ketika diambil suaranya dengan uang. Harapanya rantai politik uang uang ini terputus melalui berbagai pendidikan politik.
“Ada dua indikator untuk menghapus politik uang. Yakni terjaminnya pendidikan dan kesejahteraan sudah merata. Budaya politik uang masih terjadi pada generasi tua. Bahkan orangtua juga mencari keuntungan berupa uang dari pasangan salah satu calon peserta Pemilu,” katanya.
Melalui kegiatan ini diharapkan pemuda sadar, peserta pemilu juga sadar, tidak serta merta suara dapat dibeli dengan uang.
“Ini sering kami dengungkan, setidaknya kita sudah bersuara bahwa politik uang itu masih ada dan harus di lawan, jangan menyerah,” tegasnya.
Komisioner KPU Tarakan, Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, Herry Fitrian Armandita menegaskan politik uang memang harus diberantas karena menciderai demokrasi, sehingga perlu peran semua peran pemilih pemula, dan pemuda.
Menurutnya, generasi muda saat ini yang akan melanjutkan pelaksanaan Pemilu – Pemilu kedepan, KPU juga yakin melalui pendidikan politik kepada pemula dan diajarkan sejak dini dalam waktu 10 tahun sampai 20 tahun kedepan politik uang sudah tidak ada.
“Karena yang mengisi Pemilu selanjutnya, generasi muda sekarang. Saya optimis, ketika Pemilu selanjutnya, generasi muda dimasa depan anti money politic,” tuturnya.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa, Bawaslu Tarakan, Johnson mengaku belum menerima laporan dan belum menemukan indikasi politik uang. Namun politik uang masih berpotensi terjadi di Tarakan. Makanya pihaknya menugaskan pengawas selalu bersiaga untuk mengawasi setiap peserta Pemilu.
“Kita selalu melakukan pengawasan di wilayah – wilayah. Untuk wilayah rawan, masih sama merata. Kalau politik uang belum ada laporan,” singkatnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Tarakan, AKP Randhya Sakthika Putra mengatakan, praktik politik uang diatur dalam pasal 53 ayat 1 dan ayat 3, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sehingga pihaknya berharap kepada masyarakat segera melaporkan ke sentra Gakkumdu jika menemukan transaksi politik uang.
Selanjutnya laporan akan dikawal hingga proses penyelidikan. Namun harus disertai dengan bukti-bukti indikasi politik uang. Ia menyayangkan, jika nantinya terjadi politik uang, dikhawatirkan peserta Pemilu berpeluang untuk melakukan korupsi.
“Biasanya peserta Pemilu memprioritaskan bagaimana cara untuk mengembalikan modal kampanye. Itulah keterkaitannya sangat erat antara politik uang dan korupsi. Edukasi politik untuk anti money politic butuh proses yang sangat panjang. Banyak warga masih memaklumi dan butuh. Moral kita kedepan, menyuarakan kririk juga berkurang. Karena suara kita telah dibeli,” tegasnya. (Ary/Iik)