BALIKPAPAN, – Pengelolaan sampah melalui Intermediate Treatment Facility (ITF) merupakan langkah penting dalam pengurangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sekaligus mendukung program Kota Balikpapan menuju kota ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Kepala Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Balikpapan, Dodi Yulianto menuturkan melalui fasilitas ITF ini, dilakukan pengelolaan sampah organik secara berkelanjutan

Ia menyebutkan, fasilitas ini fokus pada pengolahan sampah organik. Khususnya yang berasal dari pasar tradisional dan wilayah Kelurahan Sepinggan.
“Sampah yang dikelola ITF ini mayoritas sampah yang berasal dari pasar, didominasi limbah organik seperti sayuran dan sisa bahan pangan lainnya. Dipilah dulu lebih detail untuk memastikan kualitas bahan organik yang baik,” ujarnya, Selasa (15/4/2025).
Setelah melalui proses pemilahan, sampah diolah menjadi kompos yang akan dibagikan secara gratis. Tidak hanya kepada masyarakat yang membutuhkan kepentingan sosial, maupun untuk menunjang kegiatan pertamanan kota.
“Saat ini, ITF memiliki kapasitas pengolahan hingga 10 ton sampah per hari. Tapi, volume yang diolah secara efektif masih berkisar antara 2 hingga 3 ton per hari,” ungkapnya.
Dodi menyebutkan terbatasnya area untuk penjemuran kompos menjadi salah satu kendala utama dalam pengolahan kompos.
“Lahan penjemuran yang minim menyebabkan jumlah kompos yang bisa kami hasilkan juga terbatas,†tuturnya.
Pengelolaan sampah setelah dilakukan pemilahan juga bisa menggunakan sistem Material Recovery Facility (MRF). Seperti yang diterapkan DLH Balikpapan di Kelurahan Gunung Bahagia.
Sistem yang berjalan efektif sejak mulai beroperasi pada tahun 2016, menjadi contoh praktik pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat yang patut diapresiasi.
“Pengambilan sampah dilakukan langsung dari sumbernya, yakni di titik-titik ET (Environmental Terminal), yang terbagi dalam empat zona,†ujar Rasman, Supervisor MRF Gunung Bahagia.
Di fasilitas ini, sampah dari seluruh RT di Kelurahan Gunung Bahagia yang terdiri dari 58 RT tersebut dikumpulkan dan dipilah.
Selanjutnya dilakukan proses pemilahan menggunakan mesin konveyor. Sampah organik dan non-organik dipisahkan, dengan bantuan ibu-ibu pekerja yang telah ditempatkan pada masing-masing titik pemilahan.
“Sampah non-organik seperti botol plastik, gelas, dan logam dipilah dan dikumpulkan untuk didaur ulang. Setiap harinya, dari proses pemilahan ini kita mendapatkan sekitar 200 hingga 250 kilogram sampah non-organik,” jelasnya.
Sedangkan sampah residu yang tidak dapat didaur ulang akan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sementara hasil pemilahan dikumpulkan dan dijual ke pengepul setiap bulannya.
Dari penjualan tersebut, MRF bisa menghasilkan sekitar 5 ton sampah daur ulang dan memperoleh pemasukan sekitar Rp8 juta hingga Rp9 juta per bulan. Seluruhnya kemudian disetor ke kas daerah.
“Kalau total sampah yang masuk bisa mencapai sekitar 8 ton per hari dari seluruh wilayah kelurahan. Tapi, ada sekitar 5 ton sampah yang bisa didaur ulang dan mendapatkan pemasukan,†tandasnya. (*)