TARAKAN — Memperingati Hari Bumi, Kantor Kementerian Agama Kota Tarakan melaksanakan kegiatan penanaman pohon matoa secara simbolis di halaman Asrama Haji Transit Kota Tarakan, Selasa (22/4/2025).
Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Ekoteologi yang merupakan turunan dari Asta Protas Menteri Agama Tahun 2025–2029, sekaligus mendukung gerakan nasional penanaman 1 juta pohon matoa di seluruh Indonesia.
Ketua panitia kegiatan, Hj. Syamsiah, M.Pd., dalam laporannya menyampaikan bahwa program ini terselenggara berkat kerja sama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kota Tarakan, yang menyediakan sebanyak 100 pohon matoa.



Pohon-pohon tersebut akan ditanam secara bertahap di seluruh satuan kerja Kementerian Agama Kota Tarakan serta di beberapa pondok pesantren sebagai bagian dari kampanye pelestarian lingkungan berbasis keagamaan.





Kepala Kantor Kementerian Agama (Kakankemenag) Kota Tarakan, H. Syopyan, S.Ag., M.Pd., menyampaikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang telah berperan dalam pelaksanaan kegiatan ini.




Kakankemenag menekankan gerakan penanaman pohon ini bukan sekadar program seremonial, melainkan bentuk nyata dari pelaksanaan tugas kekhalifahan manusia di muka bumi.


“Ekoteologi adalah pendekatan baru yang mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dalam upaya pelestarian lingkungan. Menanam pohon bukan hanya soal menjaga ekosistem, tetapi juga bagian dari ibadah dan tanggung jawab kita sebagai khalifah Allah di bumi,†ungkapnya.



Ia juga menjelaskan bahwa gerakan ini sejalan dengan salah satu Asta Cita Presiden Republik Indonesia dalam bidang pelestarian lingkungan. Kementerian Agama mengadopsinya dalam bentuk ekoteologi — pendekatan teologis yang menempatkan kelestarian alam sebagai bagian dari spiritualitas dan ketaatan beragama.


Lebih lanjut, H. Syopyan menyebut bahwa pemilihan pohon matoa tidak hanya mempertimbangkan aspek ekologis, seperti kemampuannya menyerap air, tetapi juga nilai ekonomisnya.


“Pohon matoa ini dikenal sebagai tanaman endemik Papua. Meski saya sendiri belum pernah mencicipi buahnya, menurut literatur, dalam kurun 3 sampai 5 tahun sudah dapat berbuah dan dimanfaatkan oleh masyarakat,†ujarnya.


Kegiatan ini dihadiri oleh Kasubbag TU, para Kepala Seksi dan Penyelenggara, Kepala KUA, para Kepala Madrasah, serta perwakilan pimpinan Pondok Pesantren se-Kota Tarakan. (*)