BALIKPAPAN — Mengantisipasi risiko kredit macet, koperasi dituntut harus memperkuat manajemen resiko dalam pengelolaan usaha yang dilakukan. Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM) Balikpapan menggelar pelatihan risiko koperasi yang digelar di Swiss Belinn Balikpapan, Senin (28/4/2025).
Melalui pelatihan Manajemen Risiko Koperasi yang diikuti sekitar 30 koperasi di Balikpapan ini diharapkan bisa memperkuat manajemen risiko dan pengeloaan usaha koperasi.
“Kami terus mendorong koperasi agar memastikan pentingnya penerapan tata kelola yang baik, terutama dalam pelaporan keuangan dan pembentukan dana cadangan untuk mengantisipasi risiko kredit macet,†ujar Kepala Dinas KUMKM Balikpapan, Heruressandy Setia Kusuma.
Fredi Antoni dan Nabila Naimi sebagai Fasilitator dari Lembaga Inkubator Mitra Solusi KUKM (Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah) Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat yang langsung memberikan pelatihan kepada peserta.
“Saat ini, koperasi wajib melaporkan hasil usaha simpan pinjam serta pengelolaan dana cadangan kepada pemerintah pusat melalui dinas terkait. Sementara untuk dana yang berasal dari anggota keluarga koperasi, pengawasan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” imbuhnya.
Heruressandy menambahkan, kemampuan koperasi dalam mengelola dana dan risiko sangat krusial karena menyangkut kepercayaan masyarakat. Jika koperasi tidak memiliki manajemen yang baik, maka risiko usaha akan tinggi.
Akibatnya, anggota dan masyarakat bisa kehilangan kepercayaan dan pada akhirnya bisa berdampak pada kelangsungan koperasi itu sendiri. Ia mencontohkan, koperasi di lingkungan sekolah yang menghimpun simpanan dari seluruh karyawan dan tenaga pendidik memiliki potensi besar.
“Tanpa pengelolaan risiko yang tepat, koperasi di lingkungan sekolah ini pun bisa berpotensi menjadi beban,†tandasnya.
Saat ini, di Balikpapan memiliki 126 koperasi yang aktif. Namun, dari jumlah tersebut, baru 6 koperasi yang masuk kategori sehat, terutama dalam aspek pengelolaan risiko. Tahun lalu juga sudah ada 30 koperasi yang mengikuti program pendampingan ditambah 30 koperasi lagi tahun ini.
“Tapi yang baru dikategorikan sehat baru enam. Harapannya ke depan, koperasi yang saat ini cukup sehat bisa naik menjadi kategori sehat penuh,†ungkap Heruressandy.
Sedangkan terkait program inkubasi tahun ini, ia menyebut ada beberapa perbedaan pendekatan dibandingkan tahun sebelumnya. Salah satunya dengan memberikan metode penyusunan manajemen risiko yang lebih sederhana agar koperasi lebih mudah memahami dan menerapkannya.
Pihaknya pun sebenarnya sudah berupaya untuk membantu koperasi agar bisa lebih cepat dan mudah dalam menyusun manajemen risiko.
“Karena kalau terlalu rumit, kasihan mereka. Padahal ini sangat penting untuk menjaga keberlangsungan koperasi,†tandasnya. (*)