BALIKPAPAN – Keluarga korban tragedi hanyut di Balikpapan masih berusaha memulihkan diri dari duka mendalam yang mereka alami. Kehilangan salah satu anggota keluarga telah meninggalkan luka yang dalam, terutama bagi sang kakak yang berusia 10 tahun memerlukan pendampingan intensif untuk memulihkan kondisi psikologisnya setelah menyaksikan adiknya hanyut.
Heria Prisni, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Balikpapan menuturkan, kakak korban mengalami trauma yang cukup berat dan memerlukan bantuan profesional.
“Tim kami dari UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak) langsung mendatangi kediaman keluarga korban malam hari setelah kejadian. Fokus utama pendampingan diberikan kepada si kakak yang diketahui mengalami trauma berat,” ujarnya, Kamis (29/5/2025).

DP3AKB Balikpapan kemudian mengambil langkah cepat dengan memberikan pendampingan psikologis kepada sang kakak dengan menggunakan pendekatan yang ramah anak.
“Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan suasana nyaman dan aman bagi anak sehingga ia dapat memulihkan diri dari trauma,” katanya lagi.
Terlebih lagi si kakak terlihat sangat terpukul, bahkan sempat membentur-benturkan kepalanya ke dinding. Menurut Heria hal itu menjadi tanda kondisinya tidak stabil dan memerlukan penanganan segera.
“Pendampingan psikologis dan pemantauan menjadi bagian dari bantuan resmi dari pemerintah kota. Tapi, terkait bantuan, kita tidak ada pemberian uang tunai dari pemerinta. Ada sejumlah relawan yang memberikan dukungan secara pribadi,” ungkapnya.
Heria mengungkap, insiden tragis tersebut terjadi saat kakak yang masih berusia 10 tahun itu tengah bermain dan mandi bersama adiknya di sungai. Namun, naas derasnya arus menyeret sang adik hingga hanyut.
“Kakaknya sempat berusaha menolong dengan menarik tangan adiknya, tetapi tidak berhasil. Sampai kemudian adiknya ditemukan dalam kondisi meninggal dunia,” ungkapnya.
Sebagai langkah awal penanganan, tim psikolog memberikan Psychological First Aid atau pertolongan pertama psikologis. Pendekatan dilakukan melalui aktivitas bermain seperti membaca buku cerita, membuat origami, dan menyediakan camilan ringan untuk menciptakan suasana nyaman bagi anak.
Selain ifu, tim psikolog bekerja sama dengan pihak keluarga, untuk membantu anak memproses emosinya dan memulihkan kesehariannya.
DP3AKB juga akan terus memantau kondisi psikologis anak dan keluarganya secara berkala untuk memastikan bahwa mereka dapat pulih dari trauma.
“Senin depan kami akan kembali untuk evaluasi lanjutan. Bila anak belum menunjukkan perkembangan positif, maka pendampingan akan terus dilanjutkan,” jelasnya.
Pemantauan bertujuan untuk mencegah terjadinya masalah psikologis yang lebih serius di masa depan. Selain itu, Heria juga menuturkan ibu korban mulai bisa menerima kenyataan, meski sempat diliputi rasa penyesalan dan menyalahkan anak sulungnya.
“Sekarang ibunya sudah mulai memahami kejadian ini di luar kendali si kakak. Kami juga menyarankan agar keluarga tidak terus membahas insiden tersebut di depan anak, agar tidak memperparah traumanya,” katanya.
Ia meyakini, dengan pemantauan yang ketat, diharapkan anak dan keluarganya dapat kembali memiliki kehidupan normal dan bahagia.
Namun, ia tegaskan kembali, orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mengawasi anak-anak mereka, terutama di lingkungan berisiko seperti sungai atau laut. Penting bagi orang tua untuk selalu memantau kegiatan anak-anak mereka dan memberikan edukasi tentang keselamatan.
“Pengawasan yang ketat dapat mencegah terjadinya tragedi serupa di masa depan,” tegasnya. (*)