TARAKAN – Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) atau PDAM Air Minum Tirta Alam Kota Tarakan, Iwan Setiawan, memberikan penjelasan terkait tingginya keluhan air keruh dan masalah kebocoran air yang mencapai 36% di Kota Tarakan. Ia mengakui bahwa kedua isu ini menjadi perhatian utama pihaknya.
Menanggapi keluhan masyarakat mengenai air keruh, Iwan Setiawan menjelaskan perbedaan pengelolaan air baku antara PDAM Tarakan dengan PDAM di Jawa, khususnya di Bogor.

“Air keruh itu kan berbeda pengelolaannya air bakunya PDAM Tarakan dengan air bakunya PDAM di Jawa, terutama di Bogor, itu berbeda,” ujarnya ditemui usai menyerahkan deviden PDAM ke Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan saat jumpa pagi, Selasa (3/6/25).
Menurut Setiawan, penyebab utama air keruh di Tarakan biasanya karena pemadaman listrik PLN atau adanya perbaikan pipa. Ia menegaskan bahwa kondisi air keruh akibat hal tersebut biasanya hanya berlangsung sebentar.
Meskipun demikian, PDAM Tirta tidak menutup mata terhadap keluhan ini. “Kalau ada misalnya air keruh ya segera laporkan, bisa segera kita tindaklanjuti,” kata Iwan.
Ia juga menyoroti karakter sebagian pelanggan yang terkadang kurang sabar. “Cuma kan pelanggan ini kan satu-dua biasalah karakternya kan rewel gitu kan. Apa namanya keruh misalnya 30 menit, 1 jam itu seolah-olah selamanya itu keruh gitu kan,” imbuhnya.
Selain masalah air keruh, Iwan Setiawan juga secara terbuka mengakui tingginya tingkat kebocoran air di PDAM Tarakan yang mencapai 36%. Angka ini jauh di atas batas toleransi yang diizinkan, yakni 25%, sehingga menyisakan kelebihan 11%.
“Kebocoran air PDAM Tarakan itu tinggi, 36%,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan ada dua pekerjaan rumah (PR) besar bagi PDAM Tarakan. Pertama, tingkat kebocoran air yang tinggi, dan kedua, masalah Surat Izin Penempatan Air (SIPA).
Untuk mengatasi kebocoran air, Setiawan menyatakan tidak ada cara lain selain mengganti seluruh pipa di Tarakan. Hal ini menjadi prioritas mengingat usia pipa yang sudah sangat tua, bahkan ada yang mencapai 40 tahun dan masih terbuat dari asbes.
“Nanti kita lihat di 2026 ini kita berhitung realistis. Saya juga kemarin diskusi sama BPKP dan Dewan Pengawas. Insya Allah kalau 2026 ini dana kita cukup, maka 2027 kita akan ganti seluruh pipa di Tarakan,” jelasnya.
Penggantian pipa ini akan dibiayai secara mandiri PDAM, tanpa membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). “Pasti ada jalan. Tidak perlu membebani APBD,” ujarnya optimis.
Iwan Setiawan menjelaskan bahwa kebocoran ini sebagian besar disebabkan usia pipa yang sudah tua dan jaringan yang masih semrawut atau yang ia sebut sebagai “jaringan laba-laba”. Nantinya, pipa-pipa lama akan diganti dengan jenis HDPE (High-Density Polyethylene) dan akan diterapkan sistem District Meter Area (DMA), sebuah teknologi terbaru untuk pengelolaan jaringan air.(**)