BALIKPAPAN – Pengelolaan sampah di Kota Balikpapan masih menghadapi tantangan besar. Berdasarkan data terbaru dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Balikpapan, capaian pengurangan sampah di kota ini baru mencapai 30 persen, sedangkan target nasional dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah 50 persen pada akhir 2025.
Kepala DLH Kota Balikpapan, Sudirman Djayaleksana mengungkapkan, masih ada 20 persen lagi yang harus dikejar untuk mencapai target tersebut.
“Sekarang baru mencapai 30 persen, sedangkan target nasional dari KLHK, kita harus mencapai 50 persen di akhir 2025,” ungkapnya, saat ditemui usai mendampingi Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo mengunjungi salah satu Tempat Pengolahan Akhir Sampah (TPA), Jumat (20/6/2025).

Sudirman menyebut, kondisi TPA Manggar saat ini sangat memprihatinkan, hanya tersisa satu sel aktif yang belum digunakan. Jika tidak ada perubahan signifikan dalam pengelolaan dan pengurangan sampah, TPA diprediksi akan penuh dalam waktu dekat.



Sementara rata-rata 500 ton sampah masuk ke TPA setiap hari, dan hanya sekitar 80 ton yang bisa ditangani lewat program pengurangan. Sedangkan Balikpapan juga menghadapi kendala lahan untuk memperluas TPA maupun membangun lokasi baru karena berbagai faktor.
“Sebenarnya mengatasi masalah pengelolaan sampah, perubahan perilaku masyarakat menjadi kunci utama. Jka masyarakat sudah terbiasa memilah sampah organik dan anorganik, maka pengurangan sampah bisa signifikan dan usia pakai TPA bisa lebih lama,” jelasnya.

DLH juga terus menggencarkan edukasi lingkungan ke sekolah, rumah ibadah, pasar, dan kawasan permukiman untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Meski saat ini Pemkot Balikpapan telah menyiapkan rencana pembangunan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik (Waste To Energy), namun hingga kini, proyek tersebut masih tertunda karena belum ada kepastian kebijakan dari pemerintah pusat.
“Sudah ada studi awal dan teknologi WTE (Waste To Energy) sudah siap, tetapi masih menunggu dukungan kebijakan dari pusat. Memang investasi besar dan regulasi tarif pembelian listrik menjadi tantangan dalam merealisasikan teknologi ini,” tandasnya.
Diakui Sudirman, meski menjadi kota percontohan pengelolaan sampah oleh KLHK, Balikpapan masih harus mengejar ketertinggalan. Ia tegaskan, keberhasilan tidak bisa hanya dilihat dari status simbolik, tetapi dari perubahan nyata di lapangan.
“Kalau bicara budaya baru, sampah itu tanggung jawab bersama. Kalau warga sadar, maka kota akan lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan. Makanya, kita mendorong masyarakat dapat lebih peduli terhadap pengelolaan sampah dan bersama-sama menciptakan kota yang lebih bersih dan sehat,” pungkasnya. (*)