TARAKAN – Kepala Perum Bulog Divisi Regional Tarakan, Sri Budi Prasetyo, memastikan bahwa saat ini tidak ada beras oplosan yang beredar di wilayah Tarakan. Hal ini didasari oleh posisi beras yang ada di Tarakan seluruhnya berasal dari luar daerah, serta sistem Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang baru berjalan efektif.
“Kalau beras oplosan, saya bisa menjamin saat ini di Tarakan tidak ada. Posisinya beras yang ada di Tarakan ini kan semua berasal dari luar Tarakan,” tegas Sri Budi Prasetyo kepada awak media, Jumat (18/7/25).

Ia menambahkan, program SPHP sendiri baru mulai didistribusikan pada 29 Maret lalu, sehingga tidak ada beras SPHP yang berbeda atau kemungkinan pengoplosan sangat kecil.
Hal ini juga didukung fakta tidak ada penugasan lain selain penyaluran SPHP yang saat ini baru disalurkan melalui Gerakan Pangan Murah (GPM) di wilayah Pantura Tarakan.
“Kami tidak menjual ke pedagang, tetapi melalui gerakan pangan murah di mana ada peraturan yang berlaku sekarang maksimal itu hanya dua kemasan masing-masing pembeli,” jelasnya.
Ke depannya, SPHP juga akan disalurkan melalui outlet-outlet Koperasi Merah Putih dan pedagang pengecer di pasar yang telah diverifikasi oleh Bulog, Dinas Perdagangan, dan Satgas Pangan. Proses verifikasi toko dan edukasi ketentuan penjualan, telah dilakukan.
“Kami kemarin telah melakukan verifikasi ke pedagang pengecer dan mengingatkan kembali bahwa ketentuan SPHP ini maksimal dijual di harga Rp13.000 per kilogram,” ungkap Sri Budi.
Meskipun Harga Acuan Penjualan (HAP) adalah Rp13.000-Rp13.500, Bulog dan tim pengawas SPHP sepakat untuk menetapkan harga jual di konsumen maksimal Rp13.000 per kilogram atau Rp65.000 per kemasan 5 kilogram. Hal ini untuk mengantisipasi pembulatan harga pedagang yang bisa merugikan konsumen.
“Kami takutkan dengan adanya seratusan di belakang, rata-rata pedagang itu menaikkan untuk pembulatan. Tapi untuk menyiasati itu biar harganya sesuai, kami juga tetapkan bersama-sama harga jual Rp13.000 per kilo atau Rp65.000 per satu kemasan 5 kilogram,” paparnya.
Untuk memastikan kepatuhan, Bulog menerapkan sistem pengawasan ketat. Pedagang pengecer yang bekerja sama dengan Bulog hanya diperbolehkan mengambil maksimal 2 ton beras per pengambilan. Saat pengambilan, mereka diwajibkan menginput penjualan harian melalui aplikasi Klik SPHP.
“Jadi kami bisa memonitor. Saat kami melihat ada kejanggalan, tentunya kami akan turun, kami cek apakah betul,” kata Sri Budi.
Jika ditemukan pelanggaran, Bulog tidak segan memberikan sanksi. Pelanggaran ringan akan dikenakan teguran pertama dan kedua. Sementara itu, untuk pelanggaran berat seperti mengoplos beras, izin penyaluran akan langsung dicoret.
“Pengecer ini menandatangani surat pernyataan yang menyatakan hukum pidananya dan disaksikan oleh Satgas Pangan dan Dinas Perdagangan. Artinya kalau memang dia melanggar, akan sudah tahu konsekuensinya,” tegasnya.
Upaya mengantisipasi oplosan salah satunya melalui program SPHP ini, yang telah membatasi maksimal pengambilan beras dua ton bagi pedagang eceran di pasar. Ditambah lagi, aplikasi Klik SPHP memungkinkan pemantauan penjualan harian.
“Saat ada penjualan yang mencurigakan, kami bekerja sama dengan tim Satgas Pangan dan kami membentuk tim monitoring SPHP yang terdiri dari Bulog, Satgas Pangan, Perdagangan, dan Ketahanan Pangan,” jelas Sri Budi.
Tim ini akan melakukan monitoring secara berkala, baik mingguan maupun bulanan, di samping monitoring harga harian yang sudah dilakukan oleh Dinas Perdagangan dan Ketahanan Pangan.(Mt)