TANJUNG SELOR– Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) memastikan tidak akan membuka kembali program transmigrasi baru ke wilayahnya. Penegasan ini disampaikan langsung oleh Wakil Gubernur Kaltara, Ingkong Ala, di tengah maraknya isu yang berkembang di masyarakat terkait kemungkinan dibukanya kembali program tersebut.
Ingkong menjelaskan, arah kebijakan transmigrasi nasional saat ini telah mengalami pergeseran. Bukan lagi semata-mata untuk pemerataan penduduk seperti pada era sebelumnya, melainkan lebih pada pertukaran keahlian dan pengembangan keterampilan, khususnya di sektor pertanian dan perkebunan.
“Pola transmigrasi sekarang lebih ke kolaborasi. Jadi bukan sekadar pindah penduduk, tapi juga berbagi pengalaman dan keterampilan antar daerah,” jelasnya saat diwawancarai pada Jumat (1/8/2025).
Kaltara sendiri, kata dia, sempat menerima gelombang transmigrasi lanjutan pada 2017 hingga 2018. Namun, seleksinya saat itu sangat ketat. Salah satu syarat utama adalah calon transmigran harus memiliki sertifikasi keahlian dari daerah asal.
Kebijakan ini dilakukan untuk memastikan mereka bisa benar-benar berkontribusi di lokasi baru, bukan menjadi beban.
“Waktu itu kita terapkan sistem 50 persen warga lokal dan 50 persen dari luar daerah. Tujuannya agar ada keseimbangan dan saling belajar,” ungkap Ingkong.
Lebih lanjut, ia menyinggung adanya rencana transmigrasi lanjutan di tahun 2019. Namun, rencana itu akhirnya terhenti akibat pandemi COVID-19.
Anggaran yang semula dialokasikan untuk transmigrasi, terpaksa dialihkan untuk penanganan darurat kesehatan. Imbasnya, pembangunan pemukiman dan lahan usaha bagi warga lokal pun tertunda.
“Tahun ini baru bisa dibangun untuk 55 kepala keluarga. Tapi ke depan, transmigrasi baru sudah tidak ada lagi. Bahkan Bupati Bulungan sudah menyatakan tidak akan menerima,” tegasnya.
Wagub juga menyoroti pentingnya membenahi kawasan transmigrasi yang sudah ada. Menurutnya, pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, irigasi, dan tanggul harus menjadi prioritas agar masyarakat merasa nyaman dan produktif.
“Kalau akses jalan buruk dan lahan tidak mendukung, bagaimana mereka mau bertani? Akhirnya rumah transmigrasi malah ditinggal dan mereka mencari lahan di pinggir jalan,” katanya.
Tak hanya transmigran, Ingkong mengingatkan agar pemerintah pusat juga memberi perhatian yang adil kepada masyarakat lokal dan desa-desa tua di Kaltara. Terutama dalam hal legalitas kepemilikan lahan dan dukungan sarana pertanian.
“Mereka juga warga negara yang punya semangat bertani. Jangan sampai merasa tersisih hanya karena bukan transmigran,” tambahnya.
Terkait jumlah transmigran di Kaltara, Ingkong menyebut angkanya sudah cukup signifikan sejak pertama kali program ini digulirkan pada era 1970-an. Namun, ia meminta warga tidak mudah percaya dengan informasi yang simpang siur.
“Kalau ada kabar soal pembukaan transmigrasi baru, lebih baik langsung konfirmasi ke Dinas Transmigrasi di provinsi atau kabupaten. Supaya tidak salah paham,” pungkasnya.(*)
Discussion about this post