TARAKAN – Pemilik Sertifikat Lahan di RT 30, Jembatan Bongkok, Kelurahan Karang Anyar Pantai, Kecamatan Tarakan Barat, Kota Tarakan kecewa karena dianggap tidak hadir dapat Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan di Gedung DPRD Kota Tarakan pada 17 September 2025 terkait dengan permasalahan tumpang tindih lahan.
Pemilik Sertifikat lahan, Haryanto Sulistyo melalui kuasa hukumnya Darwis Manurung mengatakan bahwa kliennya tidak mendapatkan undangan RDP tersebut dan baru mengetahui setelah melakukan konfirmasi ke DPRD.
“Tidak hadir, karena kami memang tidak di undang baik pihak pak Sulistyo maupun saya kuasa hukumnya,” tegasnya.
Lebih lanjut, Darwis Manurung mengungkapkan, berdasarkan informasi dalam surat tersebut sudah tertera nama pemilik lahan dan sudah disampaikan, namun pihaknya yakin 100 persen surat tersebut tidak sampai dan pihaknya mempertanyakan bukti surat tersebut di kirim.
“Cara mengundang RDP oleh DPRD Kota Tarakan tidak lazim dan tidak logis karena tanggal surat undangannya adalah tertera 16 September 2025 untuk hadir tanggal 17 September 2025,” ungkapnya.
Menanggapi terkait kegiatan RDP, pihaknya apresiasi DPRD Tarakan menerima keluhan masyarakat, namun sangat disayangkan seharusnya pihaknya juga diundang sehingga informasi yang didapatkan lengkap.
Kuasa hukum juga menyayangkan DPRD terkait keputusan memberikan tenggang waktu 3 hari kepada BPN untuk membatalkan pencabutan 33 Peta Bidang di RT 30, Kelurahan Karang Anyar Pantai.
Sebagai kuasa hukum pemilik sertifikat lahan, Darwis juga memohon kepada BPN Kota Tarakan untuk tidak tunduk pada tekanan – tekanan dari pihak manapun apalagi jika itu melanggar hukum.
“Seyogyanya Komisi I DPRD Kota Tarakan bijaksana agar tidak melampaui kewenangannya apalagi bertindak seperti Pengadilan,” tegasnya.
Ia menjelaskan, 33 peta bidang tersebut berdasarkan surat yang disampaikan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional, Kantor Pertanahan Kota Tarakan Nomor : B/MP.01.02/173-64.73/V/2025 pada poin 6 menyebutkan status peta bidang dinyatakan batal dan tidak berlaku.
Tentu penyelesaian ini seharusnya disarankan melalui langkah hukum, dan pihak pemilik lahan juga memiliki sertifikat hak milik (SHM) yang legal secara hukum.
“Biarlah pengadilan yang menguji mana yang benar,” tegasnya.
Darwis Manurung juga menegaskan, jika BPN kembali membatalkan pencabutan tersebut, pihaknya siap membawa ini ke jalur hukum dan untuk DPRD Tarakan pihaknya juga siap jika ada undangan untuk diskusi terkait persoalan ini.
Jauh sebelumnya, pemilik lahan dan kuasa hukumnya telah melakukan langkah persuasif bersama masyarakat, tanpa langkah hukum dengan berbagai pertimbangan.
“Kalau tadi itu masih kosong, saya pasti rekomendasi ayo segera kita gugat kan di pengadilan. Tapi karena itu sudah ada rumah, secara kemanusiaan, kita tidak mau menggusur, kita pertimbangkan dari stabilitasnya, maka kita undang mereka nego lah,” pungkasnya. (**)
Discussion about this post