TANJUNG SELOR, Fokusborneo.com – Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Pemprov Kaltara) menilai maraknya pemberitaan negatif yang menyerang kebijakan pemerintah daerah belakangan ini bukanlah bentuk kritik konstruktif, melainkan upaya sistematis untuk mendiskreditkan dan merusak citra pemerintah di mata publik.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Hukum Pemprov Kaltara, Hasnan Mustaqim, S.H., M.Hp., melalui Bagian Bantuan Hukum, Indrayadi Purnama Saputra, M.H., mengatakan pihaknya menemukan adanya pola pemberitaan yang dilakukan oleh media yang sama dengan isu yang berulang dan sumber data yang tidak valid.
“Bisa terlihat jelas pemberitaan tersebut tidak lagi bersifat kritik, tapi sudah mengarah pada upaya menggiring opini publik untuk menjatuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah,” tegas Indrayadi saat ditemui di Kantor Gubernur Kaltara, Kamis (2/10/2025).
Menurutnya, kritik publik tetap dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemerintahan, namun harus disampaikan secara objektif, berdasarkan fakta, dan dengan tetap menghormati aturan hukum.
“Kami tentu menghormati kritik yang konstruktif. Tapi kalau bentuknya pencemaran nama baik dan fitnah dengan data keliru, tentu kami tidak akan melakukan pembiaran,” ujarnya.
Salah satu isu yang disorot media bersangkutan adalah soal pemberian insentif bagi guru, yang disebut tidak diakomodir oleh pemerintah provinsi. Indrayadi menjelaskan secara regulasi, pemberian insentif guru yang bukan kewenangan provinsi memang tidak diperbolehkan. Jika dipaksakan, justru dapat melanggar aturan perundangan yang berlaku.
“Pemberian insentif itu bukan kewenangan Pemprov Kaltara. Kalau tetap dilakukan, maka itu justru bisa menjadi pelanggaran hukum. Hal ini juga sudah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam beberapa tahun terakhir,” ungkapnya.
Ia menambahkan, media yang bersangkutan tidak hanya menampilkan data anggaran perjalanan dinas yang tidak akurat, tetapi juga tidak menyertakan dasar hukum yang menjadi pijakan kebijakan tersebut.
“Informasi yang tidak berimbang dan tidak disertai rujukan hukum bisa menyesatkan publik. Itu yang kami sayangkan,” tambahnya.
Lebih jauh, Indrayadi menyebut pemberitaan semacam itu tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Ia menilai, media profesional seharusnya berfungsi memberikan edukasi dan literasi hukum kepada masyarakat, bukan sebaliknya menimbulkan disinformasi.
“Setiap berita yang menyinggung kebijakan publik semestinya mencantumkan dasar hukum dan data resmi. Kalau hanya mengandalkan opini atau dugaan tanpa verifikasi, itu bukan lagi karya jurnalistik, melainkan bentuk manipulasi informasi,” tegasnya.
Indrayadi juga menyinggung pola pemberitaan negatif terhadap Pemprov Kaltara oleh media tersebut sudah berlangsung lama dan dilakukan secara terstruktur. Bahkan, ia mencatat adanya kemiripan narasi antara media itu dengan beberapa portal lain yang turut menyebarkan isu serupa.
“Dari situ terlihat ada benang merah. Ada kesamaan pola, sumber, dan tujuan yang sama—yakni membentuk opini publik agar pemerintah dianggap gagal dan tidak kredibel. Jadi wajar jika muncul dugaan ada motif politis di baliknya,” katanya.
Namun demikian, Indrayadi menegaskan pihaknya tidak akan berspekulasi mengenai motif atau pihak-pihak yang mungkin terlibat.
“Kami tidak dalam posisi menuduh. Tapi kami wajib menjaga nama baik institusi pemerintah. Soal apakah ini bagian dari konspirasi atau kepentingan politik tertentu, biarlah aparat penegak hukum yang menelusuri,” ujarnya.
Sebagai langkah tindak lanjut, Biro Hukum Pemprov Kaltara akan menempuh jalur hukum terhadap pemberitaan yang dianggap mencemarkan nama baik pemerintah dan tidak memenuhi unsur keberimbangan.
“Kami sudah mempelajari materinya. Dalam waktu dekat, laporan resmi akan kami sampaikan ke aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti. Pemerintah tidak akan membiarkan upaya sistematis yang berpotensi merusak kepercayaan publik,” tutup Indrayadi. (*)
Discussion about this post