TARAKAN, Fokusborneo.com – Selain meninjau pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG), Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Indraza Marzuki Rais juga mengunjungi Sekolah Rakyat (SR) di Kelurahan Kampung Enam, Kota Tarakan, Rabu (22/10/2025).
Kunjungan tersebut menjadi bagian dari agenda pengawasan Ombudsman terhadap sejumlah program nasional yang berkaitan dengan pendidikan dan kesejahteraan sosial.
Sekolah Rakyat yang dikunjungi Ombudsman merupakan salah satu program pemerintah yang ditujukan untuk memberikan kesempatan pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Program ini melibatkan berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Sosial serta pemerintah daerah, dalam penyediaan sarana belajar dan fasilitas penunjang.
Indraza menyebut, keberadaan sekolah rakyat memiliki tujuan mulia, yakni membuka akses pendidikan bagi anak-anak yang sebelumnya putus sekolah atau belum pernah bersekolah. Ia menilai, kehadiran SR menjadi wujud nyata kehadiran negara dalam menjamin hak pendidikan bagi semua warga.
“Sekolah rakyat ini tujuannya sangat mulia, bagaimana mengangkat anak-anak yang kurang beruntung secara ekonomi agar bisa mendapat pendidikan dan kehidupan yang lebih layak,” ujarnya.
Namun, dari hasil pengamatan di lapangan, Ombudsman menemukan masih adanya ketimpangan fasilitas antar unit sekolah rakyat di berbagai daerah. Ia mencontohkan perbedaan fasilitas di Tarakan yang telah memiliki ruang belajar berpendingin udara, sementara di daerah lain hanya menggunakan kipas angin.
Indraza menjelaskan, perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan tingkat atau kategori pembangunan fasilitas yang terbagi dalam beberapa kelas, seperti 1A, 1B, dan 1C. Sekolah rakyat di Tarakan masih berada pada kategori 1C sehingga sarana prasarana yang tersedia belum sepenuhnya memadai.
“Di sini fasilitasnya sudah cukup baik, tapi kalau dibandingkan dengan kategori 1A tentu masih banyak kekurangan. Ini yang perlu diperhatikan agar ada keseragaman standar antar wilayah,” jelasnya.
Ombudsman juga menyoroti perlunya keterlibatan lintas kementerian dalam mendukung pengembangan sekolah rakyat. Selain Kementerian Sosial sebagai pelaksana utama, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) dan Kementerian PUPR juga memiliki peran penting dalam penyediaan kurikulum dan infrastruktur.
“Kita melihat, ini bukan hanya kerja Kementerian Sosial. Ada peran kementerian lain seperti Kemdikdasmen terkait kurikulum, dan PUPR untuk sarana-prasarana. Pemerintah daerah pun tidak cukup hanya menyediakan lahan, tapi harus ikut aktif mengawal,” katanya.
Meski begitu, Indraza menegaskan pendanaan utama sekolah rakyat seharusnya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena statusnya sebagai program nasional. Pemerintah daerah dapat berperan sebagai pendukung, namun tidak boleh dibebani pembiayaan utama program.
“Anggarannya seharusnya dari APBN, sementara daerah cukup menyediakan lahan dan dukungan administratif. Jangan sampai beban operasional justru dibebankan ke daerah, apalagi saat transfer ke daerah (TKD) dari pusat sedang mengalami pemotongan,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ombudsman juga menyoroti keterbatasan kapasitas sekolah rakyat di Tarakan. Dengan daya tampung yang sudah penuh, dikhawatirkan tidak dapat menerima peserta baru tahun depan apabila penambahan sarana belum terealisasi.
Indraza menyebut, anggaran definitif dari APBN untuk pengembangan fasilitas masih menunggu proses finalisasi yang diperkirakan rampung pada November mendatang. Ombudsman berkomitmen untuk terus mengawasi agar proses tersebut berjalan tepat waktu.
“Kalau tidak segera ditambah fasilitasnya, maka tidak akan ada penerimaan murid baru tahun depan karena kapasitas sudah penuh,” kata Indraza.
Selain infrastruktur, Ombudsman juga meninjau aspek pembelajaran di sekolah rakyat. Berdasarkan informasi dari pengelola, proses belajar mengajar saat ini masih dalam tahap penyesuaian, mengingat banyak peserta didik yang sebelumnya sempat putus sekolah atau baru pertama kali masuk pendidikan formal.
Penyesuaian tersebut diperkirakan memakan waktu sekitar tiga bulan, sebelum akhirnya kegiatan belajar mengajar berjalan dengan ritme normal. Langkah ini dinilai penting agar tidak terjadi kesenjangan kemampuan belajar di antara para siswa.
Sementara itu, hingga saat ini Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Utara belum menerima laporan khusus terkait pelaksanaan program sekolah rakyat di Tarakan. Namun, lembaga tersebut tetap membuka ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan maupun masukan terkait pelaksanaan program tersebut.
“Kalau ada keluhan masyarakat, tentu akan kami tindak lanjuti. Tapi sejauh ini belum ada laporan resmi. Kami percaya, selama komunikasi dengan pihak terkait berjalan baik, banyak hal bisa diselesaikan tanpa harus masuk ke proses pemeriksaan,” tutupnya. (**)
Discussion about this post