TARAKAN, Fokusborneo.com – Di tengah perayaan Hari Sumpah Pemuda, filosof kontroversial Rocky Gerung melontarkan kritik pedas kepada aktivis dan pemuda Kalimantan Utara (Kaltara), menantang mereka untuk berani menuntut perhitungan ekologi yang jujur.
Dalam “Diskusi Akal Sehat” di Rumah Aspirasi Deddy Sitorus, Tarakan, Selasa (29/10/25), Gerung menyebut pertumbuhan ekonomi yang ugal-ugalan sebagai beban ekonomi.
Ia mendesak pemuda agar tak hanya marah-marah di jalan, tetapi menuntut negara mewujudkan pertumbuhan yang sejati, di mana kerusakan lingkungan dihitung nol.
Dalam pernyataannya menjelang acara, Rocky Gerung menyoroti pentingnya Tarakan sebagai sumber aspirasi, menantang anggapan bahwa pemikiran besar selalu datang dari pusat.
Ia menambahkan Rumah Aspirasi, meski diinisiasi Deddy Sitorus, harus menjadi wadah ekspresi murni para pemuda. Itu lah pentingnya gagasan anak muda sebagai penggerak.
Lebih lanjut, Rocky Gerung mendorong aktivis Kaltara untuk mengaitkan perjuangan lokal dengan isu-isu global. Ia mencontohkan rencana konferensi dunia tentang ekologi.
Menurutnya, masalah-masalah di Indonesia seperti hak masyarakat adat yang baru-baru ini diperjuangkan di tingkat nasional melalui Deddy Sitorus, sebenarnya adalah bagian dari perjuangan masyarakat adat sedunia.

”Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi beban ekonomi, jadi kalau ekonomi itu tumbuh 8% misalnya, kerusakannya berapa persen? Teman-teman di sini harus aktif, mulai menuntut agar pertumbuhan ekonomi tidak merusak lingkungan,” ujarnya.
Ia menegaskan aktivis harus mulai menuntut perhitungan pertumbuhan yang tidak merusak lingkungan. Aktivis juga disarankan untuk secara rutin terkoneksi dengan gerakan serupa di Amerika Latin dan Eropa, bahkan mengusulkan agar konferensi iklim global seperti COP ke-30 diadakan di Kalimantan Utara (Kaltara) untuk menyoroti isu lingkungan dan masyarakat adat di kawasan tersebut, khususnya yang berkaitan dengan carbon trading.
Rocky Gerung juga menantang narasi konservasi yang diusung negara, yang sering kali hanya menjadi kamuflase kepentingan ekonomi. Ia mengajak aktivis untuk mempertanyakan setiap kebijakan, seperti pengambilan hasil sumber daya untuk ditanam kembal atau replanting pohon.
”Kalian harus ada di dalam kisah ini, pulang untuk kepentingan ekonomi atau replant untuk ekologi,” ungkapnya.
Keselamatan bumi, menurutnya, adalah keselamatan manusia, lingkungan, dan terutama masa depan. Ia menutup dengan menekankan aktivisme harus dilakukan secara fisik atau aksi lapangan dan demokrasi atau dialog dan argumentasi, menepis anggapan bahwa aktivisme hanya sebatas marah-marah di jalan.
Diskusi ini diharapkan dapat menyalakan kembali semangat Sumpah Pemuda, menggarisbawahi pentingnya peran pemuda dan aktivis Kaltara untuk tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga arsitek perubahan, mulai dari tingkat lokal hingga global.(Mt)















Discussion about this post