TANA TIDUNG, Fokusborneo.com — Pemerintah Kabupaten Tana Tidung mengambil langkah tegas untuk menertibkan angkutan hasil perkebunan, khususnya truk pengangkut kelapa sawit, yang akhir-akhir ini sering melintas melebihi kapasitas dan ukuran bak di jalan-jalan kabupaten.
Melalui Surat Edaran Sekretaris Daerah Nomor: B.500.11.9.3/362/DISHUB-KTT/XI/2025 tentang Pembatasan Muatan Kendaraan Angkutan Kelapa Sawit, Dinas Perhubungan (Dishub) Tana Tidung resmi memberlakukan pembatasan dan penertiban muatan angkutan sawit.
Kebijakan ini merupakan tindak lanjut komitmen pemerintah daerah dalam mendukung gerakan nasional penertiban Over Dimension and Over Loading (ODOL), yaitu kendaraan dengan ukuran dan berat melebihi ketentuan yang berpotensi membahayakan pengguna jalan serta merusak infrastruktur.
Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Dishub Tana Tidung, Maltomi, menjelaskan bahwa surat edaran ini menjadi dasar pembatasan muatan angkutan kelapa sawit di wilayah Tana Tidung.
“Kita sudah membuat surat edaran terkait pembatasan muatan kendaraan angkutan kelapa sawit. Ini berkaitan dengan komitmen pemerintah daerah untuk menyampaikan komitmen perusahaan dalam mendukung penertiban masalah ODOL,” ujar Maltomi saat ditemui di ruang kerjanya.
Ia menekankan bahwa kebijakan ini tidak bermaksud menghambat kegiatan usaha pelaku perkebunan sawit, melainkan menjaga keseimbangan antara distribusi hasil perkebunan, keselamatan lalu lintas, dan keberlanjutan infrastruktur jalan yang menjadi urat nadi ekonomi daerah.
“Bukan kita menghambat usaha mereka. Ibaratnya, kita memberi jalan agar semua bisa berjalan dengan baik. Ekonomi tetap bergerak, tapi jalan juga tidak cepat rusak,” tegasnya.
Pembatasan muatan disesuaikan dengan kelas jalan di Tana Tidung, dengan batas maksimal angkutan sekitar 8 ton. Susunan muatan di atas bak truk pun dibatasi maksimal satu tumpuk sesuai kesepakatan dengan Polres setempat.
Maltomi menambahkan, pelanggaran yang sering terjadi bukan hanya pada berat muatan, tetapi juga dimensi kendaraan. “Kelapa sawit itu ada rongganya, jadi tonasenya sering belum melebihi batas. Masalah utamanya tinggi muatan yang menyalahi ketentuan,” jelasnya.
Saat ini Dishub masih dalam tahap sosialisasi. Penindakan belum dilakukan penuh karena sarana penimbangan tonase kendaraan belum tersedia. Sanksi yang diterapkan bersifat edukatif, berupa teguran di lapangan, sementara penegakan hukum akan dilakukan oleh Polantas Polres Tana Tidung bila diperlukan.
Dalam rapat koordinasi bersama perusahaan perkebunan sawit, pihak swasta menyambut baik kebijakan ini dan meminta waktu untuk menyosialisasikan kepada rekanan dan pengemudi truk.
“Langkah ini kita jalankan bersama-sama, tidak langsung menindak. Perusahaan minta waktu untuk sosialisasi,” kata Maltomi.
Fenomena pelanggaran muatan berlebih meningkat terutama di musim panen, berisiko merusak jalan dan menimbulkan kecelakaan akibat kendaraan tidak stabil.
Maltomi berharap masyarakat dan pelaku usaha memahami kebijakan ini sebagai perlindungan bersama.
“Kita ingin semua berjalan beriringan: ekonomi tetap bergerak, keselamatan terjaga, dan infrastruktur jalan bisa bertahan lebih lama. Ini bagian dari dukungan kita terhadap program nasional Kementerian Perhubungan untuk angkutan hasil bumi yang tertib, aman, dan berkelanjutan,” pungkasnya.(**)














Discussion about this post