TARAKAN – Kebijakan tarif baru impor dan bea masuk Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebesar 32% akan berdampak pada ekonomi baik secara nasional maupun daerah seperti Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).
Menanggapi kebijakan baru tersebut, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Provinsi Kaltara, Peter Setiawan mengatakan bahwa kebijakan 32% oleh AS tentu akan berdampak pada pengusaha di Kaltara.
Peter mengungkapkan, dampak langsung akan dirasakan pengusaha yang mengeskpor hasil laut ke Amerika Serikat, dimana akan terjadi penurunan permintaan.
“Permintaan pasti menurun karena dari sana (AS) harga pasti tinggi dan disana konsumen belum tentu dapat membeli barang dengan harga tinggi pasti menurun akhirnya dampaknya luas ke kita juga khususnya pengusaha ekspor hasil laut,” jelas Peter Setiawan, Senin (7/4/2025).
Lebih lanjut, Peter Setiawan mengungkapkan bahwa di Kaltara khususnya Tarakan ada beberapa perusahaan ekspor hasil laut dengan tujuan AS, diantaranya PT SKA, PT Mustika, PT Bonansa, dan PT PMMD.
Produk ekspor perusahaan ini adalah udang, dengan kapasitas ekspor bervariasi seperti PT PMMD sekitar 60-70 persen dengan produk udang Black Tiger.
Terkait adanya kebijakan 32% AS, APINDO mengatakan para pengusaha gelisah meski informasi tersebut diketahui bahkan terus dipantau sejak tarif 10%.
“Informasi sudah di dapat dari rekan pengusaha dari tarif 10 persen naik lagi sampai 32 persen. Pengusaha gelisah merasa waduh gimana ini Amerika (naikan tarif 32%), kalau begini tidak bisa jalan, banyak keluhan dari pengusaha,” ungkapnya.
Menghadapi tantangan ini, APINDO pusat sudah menyarankan untuk mencari buyer baru selain AS, namun mencari buyer atau pembeli butuh waktu, dan tidak mudah.
Salah satu sarannya yakni negara Eropa atau negara tujuan lain, namun persoalan saat ini adalah negara lain hampir sama mengalami krisis ekonomi.
“Tidak gampang apalagi mencari market baru. Negara – negara tujuan lainya juga terdampak, mereka pengusaha dari luar sekarang kritis dan mencari produk termurah, makanan termurah harganya lebih murah, biasanya setelah Taiwan, India panen sudah selesai mereka mengambil lagi ke Indonesia,” bebernya.
Dengan adanya tarif baru ini, APINDO berharap tidak ada dampak bagi perusahaan maupun buruh seperti perusahaan tutup atau PHK.
Boikot produk tentu juga bukan solusi, pihak terkait perlu bersama – sama memikirkan ini dengan melihat efek apa yang akan terjadi selanjutnya sehingga tidak berdampak pada perusahaan dan pekerja.
“Kita harus memikirkan efek apa yang akan terjadi, sekali lagi pengusaha dan buruh satu rantai, harus dilihat dari segi resiko, ini pengusaha Indonesia karyawan Indonesia kita harus bijak melihat situasi ini,” saran APINDO.
Pihaknya menambahkan, saat ini ada potensi pasar untuk produk ikan yakni negara Rusia, namun sejauh ini untuk ekspor ke Rusia harus memiliki ijin lab nuklir dan di Indonesia masih terus dilakukan koordinasi untuk mengeluarkan hasil uji lab nuklir ke Rusia.
Peter mengatakan, mengingat kebijakan tarif ini masih baru, pihak APINDO masih menunggu dan melihat, tentu pihaknya juga akan melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi untuk memberikan masukan. (ary/Iik)
Discussion about this post