TARAKAN – Wakil Wali Kota Tarakan, Ibnu Saud Is, bersama Komisi I DPRD Kota Tarakan dan jajaran Dinas Ketenagakerjaan dan Perindustrian, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sebuah perusahaan yang diduga menahan ijazah para pekerjanya, Sabtu (28/6/25).
Namun saat rombongan tiba, pihak manajemen perusahaan tidak dapat memberikan penjelasan secara menyeluruh karena pemilik atau pengambil keputusan utama tidak berada di tempat. Hanya staf perusahaan yang menyambut kedatangan tim.
“Sayangnya yang bersangkutan sedang tidak di tempat. Karena yang kita hadapi hanya staf, bukan decision maker, jadi informasi yang kita dapat juga tidak bisa maksimal,” kata Ibnu Saud Is kepada awak media.

Ibnu menegaskan bahwa kedatangan pihaknya tidak untuk menekan perusahaan, melainkan memastikan tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak pekerja. Ia menyebut kehadiran mereka adalah bentuk pengawasan dari unsur pemerintah dan legislatif.


“Kita bukan datang untuk marah-marah. Kita ingin semuanya berjalan baik. Pengusaha untung, pengusaha nyaman, tapi pekerja juga harus sejahtera,” ujarnya.
Ia mengingatkan pentingnya penyelesaian masalah ini secara damai dan sesuai dengan koridor hukum. Ia khawatir jika dibiarkan berlarut, persoalan ini bisa memicu tindakan emosional dari pihak pekerja.

“Kita bukan yang kehilangan kesabaran, tapi kita takut justru korban yang kehilangan kesabaran. Kalau itu terjadi, yang repot aparat di lapangan,” ucapnya.
Terkait dugaan adanya permintaan uang sebesar Rp500 ribu untuk pengambilan ijazah, Ibnu menyatakan belum mendapat informasi resmi dan mendalam, apalagi dari pemilik perusahaan langsung.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Tarakan, Adyansa, menyebut dugaan penahanan ijazah diperoleh dari masyarakat dan kini mendapat pembenaran dari sejumlah karyawan aktif di perusahaan tersebut.
“Kami tidak bisa memastikan benar atau tidak tapi nyatanya memang tadi informasi karyawannya ternyata memang ada penahanan ijasah yang karyawannya masih kerja di sini,” ujarnya.
Bahkan, kata Politisi PKS itu, ada laporan dari mantan karyawan yang sudah keluar sejak 10 tahun lalu, namun ijazahnya belum juga dikembalikan.
Ia menegaskan bahwa praktik semacam ini menyalahi aturan. Surat edaran dari Kementerian Ketenagakerjaan sudah secara tegas melarang perusahaan menahan ijazah pekerja dalam bentuk apapun.
“Penahanan ijazah tidak dibenarkan dan bisa masuk unsur pidana,” tegasnyam
Dari laporan yang diterima, sedikitnya ada 10 orang karyawan yang masih bekerja dan ijazahnya belum dikembalikan. Namun berdasarkan informasi tambahan, jumlah tersebut bisa lebih banyak.
“untuk per hari ini laporan itu ada sekitaran 10 orang. Tapi informasinya mudah-mudahan tidak benar, ada beberapa puluh lagi yang ditahan. Karena menurut chat yang kita baca dari mantan karyawan sama admin, ternyata ada beberapa sudah disimpan di berangkas,” paparnya.
Menanggapi absennya pemilik perusahaan, DPRD berencana membawa persoalan ini ke forum resmi.
“Nanti akan kami bawa ke Badan Musyawarah untuk diagendakan Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kita ingin persoalan ini jelas, dan kita berharap pemilik perusahaan bisa kooperatif,” ujarnya.
Adyansa juga menyayangkan sikap staf perusahaan yang terkesan menutup-nutupi keberadaan pemilik.
“Tadi sempat kami minta nomor telepon owner, tapi karyawan bersikeras tidak memberikan. Bahkan katanya dilarang keras oleh owner untuk menyebarkan nomor ke siapapun, sampai Wakil Wali Kota yang minta tidak dikasih,” jelasnya.
Pemerintah dan DPRD menegaskan tidak pernah menghalangi investor untuk berusaha di Kota Tarakan. Namun mereka berharap semua pelaku usaha tetap menjunjung tinggi hak-hak dasar pekerja. (**)