BALIKPAPAN, Fokusborneo.com – PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) melaksanakan Program Green Air Conservation: After Burner Preservation sebagai bagian dari upaya pemeliharaan aset hulu migas. Program ini bertujuan menjaga keselamatan operasi sekaligus meningkatkan efisiensi fasilitas produksi, sejalan dengan komitmen PHM menerapkan prinsip keberlanjutan dalam mengelola dampak kegiatan operasi terhadap masyarakat dan lingkungan di sekitar wilayah kerja.
Program yang dimulai 31 Juli 2025 ini merupakan tindak lanjut dari penghentian metode liquid burning, yakni pengelolaan fluida cair hasil operasi sumur dengan cara dibakar di flare atau burner terbuka.
Sebagai gantinya, PHM menerapkan teknologi well offloading, yaitu rekayasa untuk menurunkan tekanan bawah sumur (wellbore pressure) agar sumur bisa kembali berproduksi atau meningkatkan debit produksinya.
General Manager PHM, Setyo Sapto Edi, menegaskan bahwa langkah ini bukan semata urusan teknis, melainkan bagian dari transformasi operasional perusahaan. Upaya tersebut sejalan dengan kebijakan keberlanjutan PHE dan PT Pertamina (Persero) untuk menjalankan operasi hulu migas rendah karbon guna mendukung pencapaian net zero emission Indonesia pada 2060 atau lebih cepat.
“Penghentian metode liquid burning dan preservasi burner adalah bukti nyata bahwa PHM bergerak ke arah operasi yang lebih efisien, aman, dan ramah lingkungan,” tutur Setyo.
Selama ini, liquid burning digunakan untuk mengosongkan pipa produksi dari cairan agar gas dari reservoir bisa mengalir optimal ke permukaan. Kini, PHM menghadirkan solusi lebih ramah lingkungan dengan memasang pompa khusus (fixed offloading pump) di anjungan lepas pantai Peciko.
Dengan alat ini, cairan sumur dapat langsung dipindahkan dan dimanfaatkan kembali tanpa dibakar, sehingga proses produksi lebih bersih serta aman bagi lingkungan.
Program Green Air Conservation: After Burner Preservation difokuskan pada unit liquid burner yang terdapat di tujuh platform Peciko. Seiring penghentian metode lama, peralatan burner yang terpasang di offshore platform kini tidak lagi dibutuhkan.
Agar tetap aman dan terkelola, PHM memprioritaskan kegiatan preservasi, yaitu melepas serta mengamankan peralatan dari struktur platform. Proses ini menuntut perencanaan strategis serta koordinasi lintas fungsi, melibatkan tim Produksi, Perawatan, Logistik, Konstruksi, hingga Well Intervention.
Pada 2025, implementasi perdana dilakukan di platform MWP-B, menandai dimulainya kegiatan preservasi sebagai komitmen nyata perusahaan dalam mengelola aset secara lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Melalui langkah strategis ini, PHM menegaskan perannya sebagai perusahaan energi yang berkomitmen mendukung target keberlanjutan produksi migas di Wilayah Kerja Mahakam, Kalimantan Timur.
PHM meyakini keberhasilan industri migas tidak hanya diukur dari capaian produksi, tetapi juga dari kemampuan menjaga keselamatan kerja, membangun kepercayaan pemangku kepentingan, melestarikan lingkungan, serta mendukung pengembangan masyarakat sekitar. (*)
Discussion about this post