TARAKAN – Pegiat Pemilu Ray Rangkuti menyebut pemimpin yang baik keluar dari warga yang baik. Di Pemilihan Kepala Daerah Kalimantan Utara ini menjadi kesempatan untuk memilih pemimpin yang baik sesuai dengan harapan masyarakat.
Ungkapan tersebut, disampaikan saat menjadi narasumber sosialisasi tatap muka persiapan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur 2020 kepada kelompok masyarakat rentan, yang dilaksanakan oleh Bawaslu RI di Restoran Royal Crown Kota Tarakan, Rabu (04/12/19). Sosialisasi ini juga dihadiri Ketua Bawaslu RI Abhan dan Ketua Bawaslu Provinsi Kalimantan Utara Siti Nuhriyati.
“Pemimpin yang baik keluar dari warga yang baik. Pemimpin yang buruk adalah hasil musyawarah warga yang buruk, kira-kira begitu. Kalau sepanjang pengalaman kita hasil pemilih tidak mencerminkan gambaran dari kehendak warganya,†ujarnya di hadapan peserta sosialisasi yang terdiri dari kelompok masyarakat rentan, tokoh masyarakat, pemilih pemula, badan eksekutif mahasiswa, dan organisasi perempuan.
Sebelum memilih pemimpin, sebagai warga masyarakat harus mengintropeksi diri sendiri terlebih dulu. Jika warganya baik maka akan menghasilkan pemimpin yang baik.
“Pemimpin yang kayak gini lahir dari dua kemungkinan pertama Partai Politik menyodorkan orang yang tidak tepat ditopang oleh pemilih untuk memilih orang yang tidak tepat itu jadi klop. Partainya hanya menyodorkan orang yang membayar dia soal track record seperti apa, prestasinya kayak apa, pengalamannya dan orangnya seperti apa partai gak peduli yang penting bisa bawa uang itu yang dipilihnya,†tegasnya.
Dalam memilih pemimpin ada sumbangsih parpol dengan menyodorkan kader yang tidak bagus. Saat bersamaan warga juga memilih orang tersebut dengan diberikan imbalan uang yang akhirnya orang buruk terpilih menjadi pemimpin.
“Hanya diberikan uang seratus dua ratus warga memilih orang pilihan partai yang tidak tepat tadi menjadi pemimpin. Berjalannya waktu warga ini mengeluh ko bisa begini jalan tidak di bangun, jalanan kotor dan berbagai macam keluhan lainnya jadi waktu pemilihan dulu gimana. Kondisi itu yang tidak disadari warga masyarakat,†tambahnya.
Demokrasi dibuat agar memastikan orang yang dipilih untuk memimpin merupakan orang yang tepat. Sehingga sebagai warga mendapatkan pemimpin yang diharapkan banyak orang.
“Kita ingin memilih pemimpin yang betul-betul bekerja sesuai kesempatan kita dengan dia itu yang disebut kontrak politik. Makanya tidak usah pakai fanatisme-fanatisme dalam memilih pemimpin karena gak ada gunanya,†jelasnya.
Mengukur pemimpin itu bisa dilihat sejauh mana tugas dan tanggungjawabnya sebagai pemimpin. Program yang banyak bersentuhan dengan masyarakat itu baru namanya pemimpin seperti kebutuhan kesehatan, pendidikan, pembangunan infrastruktur dan berbagai kebutuhan masyarakat lainnya.
“Sebagai warga masyarakat yang baik kalau pemimpin benar kita dukung kalau dia lupa kita ingatkan. Kalau dia ingkar janji masih bisa kita evaluasi 5 tahun. Tahun kedua pasti butuh suara kita lagi maka tidak akan kita pilih begitu juga partainya dikasih pelajaran yang sama saat pemilu kira-kira seperti itu untuk memilih prmimpin yang baik,†tutupnya. (spo/aii)