Oleh: Doddy Irvan
Jika Kabupaten Bulungan ibarat sebuah rumah, Kecamatan Long Peso adalah halaman belakang. Kurang perhatian, tertinggal dan memprihatinkan. Termasuk Desa Long Lian.Â
Musa Liu, Kepala Desa Long Lian duduk bersila di rumah Mering Ketua RT 1. Bicaranya tenang. Usianya sudah diatas 55 tahun. Saat diberi kesempatan berbicara, Musa bercerita soal kondisi Long Lian. Di seberangnya, Albert mendengarkan serius.
“Disini belum ada listrik pak. Yang ada cuma listrik desa. Menyala dari jam 18.00 sampai jam 22.00. Begitu juga dengan jaringan internet. Sama sekali belum masuk. Setiap Musrenbang desa dari tahun ke tahun sudah kami sampaikan. Tapi belum ada realisasinya,” ujar Musa.
Mendengar keluhan Musa, Albert tidak terkejut. Dia sudah hafal mati masalah Long Lian. Yah, ini adalah daerah pemilihan Albert. Begitu juga Purani Jaui, Anggota DPRD Bulungan. Persoalan ini sudah pernah disampaikan warga dua tahun lalu saat kampanye.
“Masalah di desa ini sangat mendasar. Tidak hanya listrik dan internet, kondisi jalan juga belum mendapat perhatian serius dari pemerintah,” jelas Albert yang juga anggota Fraksi PDI Perjuangan itu.
Makanya wajar. Albert memilih Long Peso sebagai lokasi reses untuk masa sidang 1 tahun 2022. Sebenarnya kalau tidak mau repot, Ia bisa memilih tempat yang mudah dijangkau. Misalnya Tanjung Selor dan sekitarnya. Tapi kali ini, Albert rela bersusah payah memilih Long Lian menjadi tempat lokasi reses.
“Kami ingin kembali menginventarisir masalah di pedalaman. PDI Perjuangan konsen membantu masyarakat desa. Di Kabupaten Bulungan ada Ibu Purani. Dia bisa memperjuangkan persoalan yang terkait dengan Pemkab Bulungan.”
Albert melanjutkan. “Jika Ibu Purani tidak sanggup, ada saya di Provinsi. Kalau menjadi tanggung jawab pusat, ada Deddy Sitorus dan Puan Maharani di DPR RI. Jadi kami satu komando,” jelas Albert.

Musa dan warga yang hadir di reses itu bisa tersenyum bahagia. Mereka yakin, Albert dan Purani bisa menyelesaikan persoalan mereka.
“Nanti kami komunikasi dengan Bang Deddy Sitorus. Terutama masalah listrik dan internet. Saat ini beberapa desa hasil perjuangan beliau, telah dialiri listrik. Long Lian tinggal tunggu waktu saja. Sabar sedikit ya bapak-bapak,” pinta Albert.
Itu persoalan listrik. Ada juga guru honor yang memohon bantuan penambahan ruang belajar untuk SMP dan perumahan guru. Nah, ini tugasnya Purani. Dia berjanji akan membawa masalah ini ke DPRD Kabupaten Bulungan.
“Kalau perlu saya akan temui Bupati. Saya minta pemerintah harus memperhatikan pendidikan di desa-desa. Tidak hanya ruang belajar. Di sekolah harus ada perpustakaan, laboratorium. Dan siswa yang berprestaai wajib diberikan beasiswa. Tenang bapak-bapak ini urusan saya,” kata Purani berusaha meyakinkan warga.
Agustina ikut nimbrung. Dia adalah guru honor Bantuan Operasional Sekolah (BOS), di SD 004. Selain itu, Agustina juga istri Kades Musa Liu. Dia bercerita nasib guru di desanya.
“Di SD kami ada 3 orang guru PNS. 4 orang guru honor BOS. Gajinya hanya Rp 300.000 per bulan. Dibayarnya setiap enam bulan sekali. Tapi puji Tuhan kami tetap semangat mendidik anak-anak di desa ini,” ujarnya lirih.
Reses di Long Lian ini berlangsung santai. Warga setempat seolah tidak mau menyia-nyiakan kesempatan menyampaikan aspirasinya kepada Albert. Termasuk para tetua adat. Kali ini giliran mereka bersahut-sahutan.
“Tidak ada perhatian pemerintah untuk para tetua adat,” ujar Lian Wan, mantan Ketua Adat. “Bayangkan insentif untuk adat, satu tahun hanya 200 ribu rupiah. Bisa buat apa uang segitu?” Kata Paulus Udau, Wakil Ketua Adat Desa Long Lian.
Padahal lembaga adat Desa adalah kearifan lokal. Jika ada masalah yang terjadi di masayarakat lembaga adat yang menyelesaikannya. Sebelum dibawa ke ranah hukum positif.
“Setiap ada masalah selalu kami musyawarahkan. Dan sanksi adat pasti diterima masyarakat. Karena hukum adat adalah warisan leluhur kami,” ujar Paulus berapi-api.

Begitulah masyarakat desa. Mereka adalah orang-orang penyabar. Kesabaran mereka sudah masuk kategori revolusioner. Bertahun-tahun hidup dalam kekurangan. Disaat yang sama, saudara mereka di kota hidup bergelimang fasilitas. Apakah mereka iri dan dengki? Tentu tidak! Warga desa ini memilih menunggu giliran dan belas kasih pemerintah.
Lihat saja, kedatangan Albert dan rombongan disambut senyuman. Dan dilepas lambayan tangan dengan sejuta harapan. Ada perhatian pemerintah untuk membangun halaman belakang Kabupaten Bulungan.
Untuk sementara, Albert hanya mampu memberikan bingkisan dari Puan Maharani dan Deddy Sitorus. Anggaplah ini penebus dosa. Dan tanda jadi aspirasi warga Long Lian akan terus diperjuangkan sampai titik darah penghabisan.

Reses di titik pertama selesai. Kami pun bergegas menuju Long Peso. Menyeberangi sungai Kayan menggunakan perahu. Mobil naik perahu? Yah, ikuti tulisan berikutnya yang membuat pucat pasi dan dengkul saya bergetar. (bersambung)