TARAKAN – Seorang balita umur 2 tahun (perempuan) mengalami gagal ginjal akut progresif aktivikal dan saat ini sedang di rawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Jusuf SK, Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Utara.
Kasus gagal ginjal pada anak tersebut diungkapkan, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Kalimantan Utara dr. Franky Sientoro Sp.A sekaligus dokter spesialis anak RSUD dr Jusuf SK, Kamis (20/10/2022).
“Untuk kasus anak balita ini adalah kedua, yang pertama itu umur 15 tahun namun masih kecurigaan karena masih tahap penelitian karena terjadi memang peningkatan kadar uranium, fungsi lever juga meningkat,” jelasnya.

Pasien umur 15 tahun tersebut hanya dirawat selama 2 hari di ruang insentif mediatri langsung ventilator dan akhirnya meninggal dunia dan dinyatakan suspek gagal ginjal.



Sementara itu, untuk kasus anak balita umur 2 tahun diyakini gagal ginjal dilihat dari riwayat konsumsi obat dan gejala klinisnya.
“Anak datang ke RSUD dengan keluhan lemas muntah sesuai prosedur anak anak dengan seperti itu kita diagnosa dehidrasi kita loading cairan ternyata responnya anak tidak BAK ( Buang Air Kecil), setelah kita gali lebih dalam ternyata BAK nya tidak keluar sejak 3 hari,” ungkapnya.

Dari gejala itu, dokter curiga kemudian dilakukan pemeriksaan lengkap dan ternyata peningkatan serum kreatinin di tahap yang trailer gagal ginjal bisa di katakan parah atau akut kan serum kreatinin itu normal di bawah 1 ini nilainya 11.
“Anak balita umur 2 tahun dengan berat 11 kilo khas sekali untuk gagal ginjal tidak bisa keluar kencing lalu serum kreatinin nya meningkat adanya gagal ginjal dan ternyata levernya meningkat juga,” sambungnya.
Lebih lanjut, dr Franky mengatakan secara nasional rumah sakit rujukan untuk gagal ginjal akut ini hanya ada di 14 rumah sakit terutama rumah sakit rumah sakit pendidikan yang ada ginjal anak.
“Di Tarakan belum ada hanya ada ahli ginjal dewasa setelah kami melakukan diskusi tadi pagi bahwa kemampuan rumah sakit untuk mencuci darah yaitu pasien yang mempunyai berat 15 kg keatas,” imbuhnya.
Dokter Spesialis anak, dr. Emma Ratna Fury Sp.A mengatakan saat ini dilakukan penelitian obat yang dikonsumsi anak karena awalnya anak tersebut batuk pilek normal saja, kemudian ada beberapa obat bentuk sirup yang diminum oleh anak.
“Orang tua anak ini mendapatkan obat bebas, yang menarik bahan (obat) tersebut adalah Ethyline Glycol dan Diethylene Glycol fungsinya untuk menstabilkan puyer dan rasa pada sirup,” terangnya.
Bagaimana bisa jadi kerusakan ginjal, ternyata bahan tersebut kalau dimetabolisme lebih jauh menjadi kristal di ginjal dan kristal ini merusak ginjal dan sel nefron.
Di imbau anak yang dicurigai tidak kencing dengan riwayat minum obat batuk pilek demam sebaiknya periksa.
“Saat ini kami di rumah sakit ini sudah menginstruksikan tidak memakai obat Syrup, Syrup kami tutup dulu pemakaiannya jadi dalam bentuk tablet bubuk termasuk obat panas dan obat obat lain,” katanya.
Di harapkan dalam seminggu ini sudah ada keputusan nasional obat apa saja yang mengandung diethylene glycol dan pemerintah akan menarik dari peredaran. (wic/Iik)