TARAKAN – Radhiyah Alawiyah warga Tarakan bersama kuasa hukumnya, menuntut keadilan atas penahanan ayahnya HM Maksum (65) dengan dakwaan pemalsuan surat. Menurut laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Tarakan, perkara dengan Nomor : 191/Pid.B/2025/PN Tar ini sidang perdana pada 9 Juli lalu.
Kepada awak media, Radhiyah Alawiyah, menegaskan ayahnya adalah pemilik sah atas tanah seluas 30.000 meter persegi di Jalan Bhayangkara RT 64, Tarakan. Namun, saat ini lahan tersebut digunakan untuk pembangunan mess karyawan salah satu perusahaan swasta di Tarakan.

Menurutnya, lahan yang selama ini dimiliki keluarganya telah diserobot dan diakui sepihak oleh pihak lain yang diduga bagian dari mafia tanah. Kemudian menjualnya ke pihak perusahaan.
“Bapak saya punya surat asli tanah tersebut dari tahun 1983, kenapa bisa kalah sama surat notaris yang keluar tahun 2024,” ujarnya, Selasa (22/7/2025).
Didampingi kuasa hukumnya, Ia mengatakan bapaknya tidak bersalah tapi saat ini berada di penjara.
Sebelumnya, kasus dugaan penyerobotan tanah ini telah dilaporkan namun dihentikan karena dinyatakan masalah tersebut tidak ada unsur pidana namun masuk dalam ranah perdata.
“Kami melakukan pelaporan ke Polres Tarakan tapi laporan penyelidikannya dihentikan, dengan alasan mediasi yang tidak mencapai sepakat oleh kedua belah pihak,” tuturnya.
Selanjutnya, setelah laporan ini dibuat pihak yang mengaku sebagai pemilik tanah melaporkan balik HM Maksum atas tuduhan pemalsuan dokumen.
Keluarga meminta pertanggungjawaban negara karena selama ini taat membayar pajak tanah, dan merasa tidak ada perlindungan dari negara.
“Kami bayar pajak setiap tahun. Bebaskan orang tua kami dari Lapas Tarakan,” tegasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum HM Maksum, Indrawati, menilai penahanan terhadap kliennya penuh kejanggalan. Ia menyebut proses hukum berjalan tidak adil, tanpa bukti yang kuat dan tanpa izin dari pengadilan.
“Selama persidangan, penyidik dan pelapor tak pernah menunjukkan bukti sah maupun menghadirkan saksi bahwa pelapor adalah pemilik lahan yang sah,” ujarnya.
Indrawati juga mengungkapkan, pihaknya sudah memperjuangkan nasib kliennya melalui upaya Praperadilan pada Selasa, 15 Juli 2025 di Pengadilan Negeri Tarakan. Namun, dalam sidang putusan Selasa (22/7/2025) Hakim memutuskan tidak mengabulkan permohonan Praperadilan.
Selain itu, menurut Indrawati lagi, pihak kepolisian dan kejaksaan sebagai termohon menyatakan permohonan Praperadilan tersebut salah alamat. Sementara kasusnya sudah dilimpahkan dari Polres Tarakan ke Kejaksaan Negeri Tarakan untuk menjalani sidang. (**)