Menu

Mode Gelap

Opini

Long Reses (3)


					Penulis : Doddy Irvan (Pai) Perbesar

Penulis : Doddy Irvan (Pai)

Oleh Doddy Irvan Imawan

Kami meninggalkan Desa Long Lian. Menjelang petang, bergegas menuju Long Peso. Hanya ada satu jalan. Menyeberangi sungai Kayan dengan kapal feri kayu. Kami harus segera ke Desa Long Pelejuh.

Reses tidak semata agenda wakil rakyat menyerap aspirasi konstituen. Sejatinya lebih dari itu. Merasakan kesulitan dan keterbatasan penduduk desa itu jauh lebih bernilai.

Seperti yang kami lakukan dalam perjalanan menuju Long Peso. Setelah melewati kebun sawit sekira satu jam, kami tiba di sebuah dermaga. Sejatinya ini bukan dermaga. Tidak ada jembatan. Hanya jalan semen, dari atas bukit menuju bibir sungai.

Saya baru pertama kali, merasa bingung. Bagaimana cara menyeberangi mobil ke Long Peso? Di depan sungai cukup deras, masa pakai perahu? Tidak berapa lama, dari seberang ada kapal mendekat. Ternyata kapal kayu itu khusus mengangkut mobil. Saya mulai ragu. “Memangnya kapal ini bisa bawa mobil?” batin saya.

Tidak berapa lama kemudian, kapal merapat di bibir sungai. Kapal ini memang didesain mirip feri. Lambung depan bisa di turun naikkan pakai rantai kren. Jadi saat berlabuh, bibir perahu menyentuh tanah. Fungsinya mirip jembatan, agar mobil bisa naik ke perut kapal.

Lebarnya tiga meter. Panjang sekitar 15 meter. Motorisnya di belakang, sambil memegang kemudian mesin kapal 60 PK. Setelah posisi kapal stabil, mobil kami mulai diturunkan dari atas bukit. Posisinya harus mundur. Ini pun lumayan menyulitkan. Karena turunannya curam.

Yang pertama turun, mobil Inova hitam milik Albert. Saat ban menyentuh bibir kapal, juragan harus memainkan kemudi dan menarik gas mesin. Biar kapal tidak bergeser dan tetap stabil. Urusan juragan bukan hanya itu. Dia juga harus memperhatikan arus air sungai yang lumayan deras. Mobil Inova akhirnya masuk ke lambung kapal. Hanya menyisakan sekitar 40 centimeter dari badan kapal.

Giliran berikutnya Avanza milik Purani. Anggota DPRD Kabupaten Bulungan ini memilih menyerahkan kemudinya kepada kru kapal. “Biarkan dia yang turunkan. Dia tau caranya,” kata Purani sambil jalan menuruni bukit.

Saya hanya memperhatikan dari pinggir sungai. Salah perhitungan, mobil bisa terperosok ke sungai Kayan yang deras itu. Untungnya, mobil Purani lebih gampang dimuat ke kapal. Yah, karena bodynya lebih ramping.

Sebenarnya ada satu mobil doble cabin lagi yang dikemudikan Robin siap dimuat ke atas kapal. Masih ada space. Tapi juragan menolak. “Cukup dua mobil saja. Berat. Takut air masuk. Nanti biar saya kembali lagi,” teriaknya dari belakang.

Saya pun melompat akan ke dalam kapal. Sedangkan seorang kru menarik kren untuk mengangkat bibir kapal. “Biar air gak masuk,” katanya.

Juragan langsung memasang gigi mundur. Berputar 90 derajat mengarah ke hilir sungai Kayan. Kapal memang harus berputar sedikit, karena dermaga ini berada di Teluk kecil. Selama perjalanan saya memilih berada di luar mobil. Alasannya sih menikmati pemandangan. Tapi sejujurnya lutut saya bergetar. Rasanya gak yakin kapal kayu ini bisa ngangkut dua mobil ke seberang.

Ternyata keraguan saya itu tidak beralasan. Kapal yang sudah berusia 3 tahun itu rupanya sanggup mengangkut truk. Rasa khawatir sedikit teralihkan oleh pemandangan indah memanjakan mata. Air sungai Kayan yang jernih dan deras. Kiri-kanan terlihat bukit-bukit yang menawan. Albert duduk di pinggir kapal. Ia seperti bernostalgia. Lama tak berjumpa hulu sungai Kayan.

“Ini yang selalu bikin saya rindu Long Peso,” ujarnya sambil memandang ke arah hulu sungai.

Sekitar 15 menit, kapal mulai mendekati daratan Long Peso. Saya kembali bingung. Bakal berlabuh dimana kapal ini? Tak terlihat dermaga pun. Ternyata, dermaga tempat kapal bersandar kondisinya mirip dengan di seberang. Hanya daratan yang dibuat sejajar dengan sungai.

Motoris mulai fokus. Kapal mengambil ancang-ancang memutar balik ke arah hulu. Berputar mendekati daratan. Selajur kemudian bibir kapal menyentuh daratan. Saya pun melompat. Pemandangan begitu indah. Udaranya sejuk. Matahari mulai bersembunyi dibalik bukit. Dua mobil keluar dari kapal. Sedangkan feri kembali berlayar menjemput satu mobil yang dikemudikan Robin.

Sambil menunggu, kami menyeberang ke tengah sungai. Disitu terdapat daratan kecil di penuhi batu kali. Indah dan instagrameble. Poto-poto sejenak.

Tak lama feri tampak dari kejauhan. Kami pun siap-siap naik ke darat. Lengkap tiga mobil berkumpul, lanjut ke rumah Kepala Desa Long Peso Pulinof Jaui. Tuan rumah menyambut di beranda belakang. Ngobrol sejenak, saya memilih mandi. Sambil membuka handphone. Siapa tahu ada signal 4G. Ternyata, jaringan internet yang saya impikan nihil. Yang ada hanya 2G. Lemes. Berarti, belum bisa ngabarin posisi saya ke istri.

Jam 18.00, kami berkumpul di halaman belakang rumah kades. Bersiap-bersiap menuju Desa Long Pelejuh. Awalnya saya antusias. Perjalanan kali ini bagaikan My Trip My Adventure nya Trans 7. Menyusuri sungai Kayan bergiram berarus deras. Penuh batu raksasa dan dikelilingi bukit. Ternyata, perjalanan ini menyeramkan. Sama-sekali tidak mirip petualangan My Trip My Adventure, tapi seperti program Uji Nyali juga di Trans 7.

Malam-malam naik speed boat kecepatan tinggi, di sungai penuh giram, hanya bermodal senter. Buat nyali ciut. Tapi, demi menemui masyarakat Long Pelejuh kami rela mengambil resiko.

Bagaimana serunya perjanan menuju Long Lejuh malam hari? Apa saja aspirasi masyarakat kepada Albert? (bersambung)

Artikel ini telah dibaca 121 kali

badge-check

Writer

Baca Lainnya

BI Kaltara dalam Meningkatkan Penggunaan QRIS di Daerah Wisata

24 Juli 2025 - 11:12

Menuju Tarakan Modern Melalui Utilitas Terpadu,

21 Juli 2025 - 18:28

Menuju Kebun Raya Mangrove Tarakan

15 Juli 2025 - 11:04

Mengguncang Stabilitas Rupiah: Antara Gelombang Global Dan Dinamika Domestik

14 Juli 2025 - 14:40

City Gas Tarakan: Prestasi yang Belum Selesai

8 Juli 2025 - 14:02

SINAR DATA: Aksi Perubahan untuk Masa Depan Tata Kelola Aset Tanah yang Terintegrasi dan Berkelanjutan di Kabupaten Tana Tidung

23 Juni 2025 - 20:16

Trending di Opini