Menu

Mode Gelap

Opini · 14 Mei 2022 14:19 WITA ·

“Dimana Bumi Dipijak Disitu Langit Dijunjung”


					Roniansyah, S.K.M (Ketua Karang Taruna Kota Tarakan). Foto: Dok Pribadi Perbesar

Roniansyah, S.K.M (Ketua Karang Taruna Kota Tarakan). Foto: Dok Pribadi

Oleh: Roniansyah, S.K.M (Ketua Karang Taruna Kota Tarakan)

Saat kita berkenalan dengan seseorang, pasti ada pertanyaan, Kamu orang mana?

width"300"

Kemudian, kita menjawab, Saya orang sini.

width"300"
width"400"

Tapi, ada pertanyaan lainnya, Maksud saya, kamu asalnya dari mana?

width"450"
width"500"

Dari pertanyaan tersebut, pasti kita menjelaskan asal usul kita. Mungkin, tempat kelahiran dan tempat yang sekarang kita tempati itu berbeda. Asal kakek, asal nenek, asal ayah, asal ibu, juga biasanya berbeda.

Terkadang, itu membuat kita bingung. Darah kita mungkin berbeda, tidak ada kekerabatan, tapi di mana bumi dipijak di situlah kita menjalani kehidupan.

width"400"
width"500"
width"500"

Pertama, mungkin sekarang kita di daerah A, tapi sebenarnya kita tidak lahir di daerah A, tapi sudah sebagaimana mestinya kita menjalankan kehidupan ini.

width"300"

Kita perlu sadari bahwa kita adalah makhluk yang dinamakan “Manusia”. Kita bukanlah “Manusia Super, bukan pula Malaikat”. Manusia sejatinya hidup berdampingan dengan manusia lainnya. Kita ada karena mereka dan mereka ada karena kita.

Kita membutuhkan orang lain dan orang lain juga membutuhkan kita. Kita hidup di tengah – tengah manusia yang majemuk dan memiliki berbagai karakter dan gaya hidup, tradisi dan adat budaya serta kepercayaan masing-masing.

width"400"

Kedua, kita hidup di manapun kita berada untuk menjadikan hidup kita berguna bagi orang lain, membangun tatanan sosial masyarakat, mendukung pembangunan pemerintah, membela ketidakadilan, penindasan dan ketidakberpihakan.

Kita mempunyai peran di dunia ini untuk mewujudkan “Kedamaian” bagi orang lain, bagi masyarakat dan orang banyak di mana kita ada. Kita harus menghargai orang lain, menghargai adat, tradisi, budaya dan tata cara yang berlaku sah di mana kita ada.

Ketiga, Sejatinya kita bukanlah orang-orang perusak, perusuh, bukan oknum yang membodohi, melainkan mencerdaskan. Kita adalah pembawa terang bukan kegelapan. Kita bukan pemicu ancaman tetapi ketentraman. Apapun kata orang itu tidaklah penting, namun apa yang telah kita lakukan bagi orang lain.

“Di mana bumi di pijak di situ langit dijunjung”. Kita menghormati Pemerintah yang memimpin kita dengan baik, kita menghormati segala aturan maupun adat istiadat yang berlaku. Kita menghormati hak hidup orang banyak dan hak azasi manusia. Kita menghargai pendapat dan saran serta kritik orang lain yang membangun kebersamaan.

Namun, kita juga siap menentang ketidakadilan dan kesenjangan sosial serta menyuarakan kebenaran. Kita harus menunjukkan hidup yang bermartabat dan penuh kasih sayang terhadap sesama manusia dan alam semesta. Orang lain akan menilai kita dari apa yang kita lakukan, bukan hanya apa yang kita katakan saja. (*)

Print Friendly, PDF & Email
Artikel ini telah dibaca 547 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Implikasi Yuridis Perolehan Suara Calon Legislatif Mantan Narapidana Dengan Ancaman 5 Tahun Yang Diketahui Pasca Pemungutan Suara

18 April 2024 - 14:37 WITA

Ramadhan Kareem

14 Maret 2024 - 12:02 WITA

Kampus Cerminan Negara/Negara Cerminan Kampus?

13 Februari 2024 - 13:56 WITA

Dari Gerbang Sekolah Menuju Gerbang DPRD

7 Februari 2024 - 14:31 WITA

Strategi Peningkatan Kinerja Legislasi Sekretariat DPRD Provinsi Kaltara Melalui Sistem Informasi Badan Pembentukan Peraturan Daerah

16 November 2023 - 13:13 WITA

Pendekatan Multi Perspektif Untuk Cegah Stunting di Kaltara

15 November 2023 - 16:52 WITA

Trending di Opini