Menu

Mode Gelap

Daerah · 15 Mei 2024 21:06 WITA ·

Urgensi Kebangkitan Desa Pasca Terbitnya UU Desa Nomor 3 Tahun 2024


					Penulis, Edy S Malisan (Alumni STPMD Jogja/ASN Kab.Tana Tidung,Kaltara)

Perbesar

Penulis, Edy S Malisan (Alumni STPMD Jogja/ASN Kab.Tana Tidung,Kaltara)

Lahirnya Undang -Undang Desa atau yang di singkat UUDes adalah sejarah panjang yang penuh lika – liku. Desa merupakan kesatuan wilayah yang sangat dekat dengan masyarakat, sehingga Pemerintah Desa memiliki peran penting dalam kemajuan Desa secara khusus dan bangsa Indonesia pada umumnya.

Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Mohammad Hatta “Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tapi akan bercahaya karena lilin-lilin di Desa”. Sudah Tentu ungkapan tersebut memiliki makna yang mendalam untuk kemajuan, pemberdayaan, peningkatan kesejahteraan dan pembangunan Desa di Indonesia.

width"450"

Jika menilik sejarah aturan terkait Desa pun sudah cukup lama dimulai dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1948 Tentang Penetapan Aturan-Aturan Pokok Mengenai Pemerintahan Sendiri di Daerah-Daerah Yang Berhak Mengatur dan Mengurus Rumah Tangganya Sendiri. Yang pada saat itu Kepala Desa disebut Kepala Daerah Desa (kota kecil), kemudian ada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1965 Tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat II di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, yang penyebutan Kepala Desa yaitu Kepala Desa Praja dan munculnya Badan Musyawarah Desa Praja, kemudian ada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa penyebutan Kepala Desa, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999, Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah setelah itu baru terbitlah aturan yang secara khusus mengatur tentang Desa di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang diprakarsai oleh pegiat Desa di antaranya yaitu Dr.Sutoro Eko (sekarang Ketua STPMD ”APMD) dan Budiman Sujatmiko aktivis 97 yang sekarang bergabung di koalisi pak Prabowo (Pemenang Pemilu 2024).

Sejak lahirnya Undang – Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 yang disahkan oleh Presiden SBY pada tanggal 15 Januari 2014 telah banyak mewarnai jalannya roda Pemerintahan Desa di Indonesia. Pelaksanaan jalannya roda Pemerintahan Desa dari tahun 2014 sampai dengan awal tahun 2024 berpedoman terhadap Undang – Undang Nomor 6 tersebut.

Beberapa bulan terakhir saat merayakan satu dasawarasa atau 10 tahun Undang – Undang Nomor 6 tentang Desa tersebut publik diwarnai berita soal tuntutan Revisi Undang – Undang Desa yang di antaranya memuat soal periodisasi jabatan Kepala Desa. Kado Istimewa pada saat tiup lilin pun telah diberikan yaitu Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang perubahan kedua Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2024 tentang Desa.

Rancangan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa akhirnya disahkan dalam Rapat Paripurna DPR yang digelar di Gedung Nusantara II, Jakarta pada hari Kamis 28 maret 2024. Sudah tentu kado tersebut mendapat reaksi yang beragam dari masyarakat termasuk pelaku eksekutor yang ada didalam objek UU tersebut, pegiat Desa, pemerhati Desa, akedemisi dan berbagai kalangan Masyarakat lainnya.

Apa urgensi perubahan Undang – Undang tersebut ?? banyak pertanyaan muncul bagaikan riak air dipermukaan. Salah satu yang menjadi perhatian yaitu masa jabatan yang sebelumnya 6 tahun menjadi 8 tahun . Selain itu ada beberapa pasal perubahan yang sudah tentunya untuk meningkatkan kualitas perkembangan Desa dan hanya perbaikan redaksional kalimat lainnya yang normatif menurut saya.

Masa periodesasi ini kembali pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yaitu Masa jabatan Kepala Desa adalah 8 (delapan) tahun terhitung sejak tanggal pelantikannya dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Bahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pernah mengatur masa jabatan Kepala Desa paling lama 10 (sepuluh) tahun atau 2 (dua) kali masa jabatan terhitung sejak tanggal ditetapkan.

Penambahan masa jabatan yang sangat seksi dibicarakan. Tuntutan ini telah lama di kumandangkan yang diwarnai aksi demonstrasi para Kepala Desa yang menuntut penambahan masa jabatan karena menggangap masa kerja 6 (enam) tahun belum cukup untuk menuntaskan permasalahan yang ada di Desa dan butuh waktu untuk menetralisir suasana pasca pemilihan Kepala Desa .

Menurut saya hal tersebut sah sah saja karena Kepala Desa memiliki andil terhadap penyelenggaraan pemerintahan Desa untuk pelayanan kepentingan masyarakat serta kemajuan Desa. Akan tetapi selain persoalan tersebut, yang tidak kalah penting adalah persoalan implementasinya bagaimana Kepala Desa memimprovisasi diri, meningkatkan kapasitas, mengeluarkan kebijakan yg dapat mengoptimalkan pengelolaan seluruh potensi yang ada pada Desa yang mengarah pada kedaulatan serta kemandirian Desa.

Sudah tentu perlunya pembekalan yang komperhensif dan sistematis untuk menyempurnakan gagasan peningkatan kapasitas Kepala Desa. Perlu adanya pendidikan/pelatihan khusus yang terstruktur dari pemerintah pusat terhadap pelaksanaan administrasi pemerintahan Desa yang mencakup pengetahuan aturan hukum perUndang – Undangan sampai bagaimana pengelolaan Pemerintahan Desa yang baik dan lain- lain yang merupakan bagian dari tugas pokok dan Fungsi Kepala Desa, perangkat Desa dan aparat pemerintahan Desa lainnya.

Sehingga pola pembinaan lebih terarah,sistematis dan terukur.sudah tentunya pembenahan terhadap pelaksanaan P3PD yg telah berjalan kurang lebih 3 (tiga) tahun efektif. P3PD singkatan dari Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa. P3PD dijalankan oleh Unit Pengelola Proyek Pusat atau Central Project Management Unit (CPMU), Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri. Fokus utama dari program ini adalah penyediaan dan pengembangan dukungan terhadap tata kelola pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat Desa yang akuntabel, partisipatif, dan sesuai dengan kebutuhan lokal. Dengan tujuan utama dari program ini adalah memperkuat kapasitas kelembagaan pemerintah Desa untuk memperbaiki kualitas belanja Desa di lokasi program.

Harapan kita dengan lahirnya Undang -Undang Desa Nomor 3 Tahun 2024 ini juga diiringi dengan lahirnya aparatur pemerintahan Desa yang berkompeten dan siap berkompetnsi terhadap perkembangan/kemajuan jaman dengan tidak meninggalkan esensi dari rohnya Desa. Proses pemilihan Kepala Desa nantinya tidak sebagai ajang perebutan kekuasaan semata namun bagaimana Pemerintahan Desa yang partisipatif hadir sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerintahan yang bersih/akuntabel, untuk tujuan yang sama yakni mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan Makmur. Semoga mari kita kawal bersama..!!

Penulis, Edy S Malisan (Alumni STPMD Jogja/ASN Kab.Tana Tidung,Kaltara)

 

Artikel ini telah dibaca 348 kali

blank badge-check

Redaksi

blank blank blank blank
Baca Lainnya

Pemkab Tana Tidung Komitmen Sediakan Data Berkualitas, Dukung Implementasi SDI

15 Oktober 2024 - 12:25 WITA

blank

Ketua PMKU-Sumbawa Periode 2018-2020 menilai Cagub No urut 1 tidak mencerminkan Seorang Pemimpin di Debat Pertama

15 Oktober 2024 - 11:43 WITA

blank

Bawaslu Tindak Lanjut Dugaan Pelanggaran Netralitas ASN di Malinau

15 Oktober 2024 - 09:23 WITA

blank

Lirik Potensi Perdagangan Karbon, Pemprov Kaltara Studi ke Kaltim

14 Oktober 2024 - 21:08 WITA

blank

Minta Perangkat Daerah Optimalisasi Belanja Daerah

14 Oktober 2024 - 19:59 WITA

blank

Pemprov Kaltara Bersiap Laksanakan Program Makan Bergizi Gratis

14 Oktober 2024 - 19:48 WITA

blank
Trending di Daerah