Pada masa kepemimpinan Wali Kota dr. Jusuf SK (1999–2009), Kota Tarakan sempat dikenal luas dengan julukan “The Little Singapore”. Julukan ini bukan sekadar slogan kosong, melainkan lahir dari capaian konkret: kota yang bersih, teratur, rapi, dan memiliki visi jangka panjang untuk menjadi pusat jasa dan perdagangan di wilayah utara Indonesia.
Penerapan prinsip tata kota yang konsisten dan penghargaan Adipura berturut-turut menjadi simbol keberhasilan visi tersebut.

Warisan gagasan ini kemudian bertransformasi dalam bentuk digital dan teknologi di era kepemimpinan Wali Kota dr. Khairul – Effendhi Djuprianto, yang mencanangkan Tarakan sebagai Smart City.
Kota pintar tidak hanya tentang digitalisasi dan teknologi aplikasi, tetapi juga mencakup infrastruktur fisik yang cerdas dan sistem pelayanan publik yang efisien dan terintegrasi.
Namun, kemajuan digital tanpa kemajuan fisik adalah ilusi. Di banyak sudut kota, kabel listrik dan telekomunikasi masih bergelantungan secara semrawut. Saluran pipa air, drainase, dan jaringan komunikasi kerap tumpang tindih di bawah tanah tanpa sistem pengelolaan bersama. Ketika ada kerusakan atau perbaikan, galian jalan dilakukan berulang-ulang oleh berbagai instansi, menyebabkan pemborosan biaya, gangguan lalu lintas, dan penurunan kualitas jalan.
Kondisi ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus. Bila Tarakan ingin tampil sebagai kota modern dan berdaya saing tinggi, pembangunan utilitas terpadu bawah tanah (common utility duct) adalah keniscayaan. Sistem ini memungkinkan penempatan berbagai jaringan utilitas seperti air bersih, air limbah, listrik, telekomunikasi, gas, dan lainnya dalam satu koridor bersama. Hasilnya adalah kota yang lebih tertib, aman, hemat biaya dalam jangka panjang, dan estetis secara visual.
Menentukan Kawasan Percontohan yang Realistis
Dalam tahapan awal pembangunan utilitas terpadu, penetapan kawasan percontohan sangat menentukan. Tidak semua wilayah bisa langsung ditata, dan tidak semua kawasan memiliki tantangan teknis yang sama. Oleh karena itu, perlu pendekatan bertahap berdasarkan skala prioritas, efisiensi biaya, dan kesiapan infrastruktur eksisting.
1. Kawasan Prioritas Pertama: Islamic Center dan Sekitarnya
Kawasan yang paling ideal sebagai pilot project utilitas terpadu adalah area Islamic Center, yang mencakup Masjid Baitul Izzah, Sport Center, Taman Berkampung, Museum Kota, Perpustakaan Daerah, dan Gedung Pemuda. Kawasan ini merupakan ruang publik yang sangat aktif, terutama saat pagi dan sore hari serta akhir pekan, ketika warga ramai berolahraga, bersantai, atau mengikuti kegiatan sosial-keagamaan.
Selain tingkat aktivitas yang tinggi, kawasan ini juga secara teknis lebih mudah ditata karena masih minim kabel udara dan belum padat jaringan bawah tanah. Dengan demikian, biaya konstruksi relatif lebih murah, dan keberhasilannya dapat menjadi etalase nyata bagaimana wajah kota yang rapi dan fungsional dapat diwujudkan melalui sistem utilitas terpadu.
2. Kawasan Prioritas Kedua: Jalan Kalimantan dan Jalan Irian
Kawasan ini merupakan pusat pemerintahan dan pelayanan publik Kota Tarakan. Di sepanjang ruas Jalan Kalimantan dan Irian terdapat Kantor Wali Kota, RSUD dr. Jusuf SK, Kodim 0907 Tarakan, serta Kejaksaan Negeri Tarakan. Penataan utilitas di kawasan ini akan mendukung kelancaran layanan publik, serta meningkatkan profesionalisme dan citra tata kelola kota.
Jalan ini juga padat aktivitas harian. Dengan penerapan utilitas terpadu, kebutuhan perbaikan dan perawatan jaringan tidak lagi harus mengganggu lalu lintas atau merusak infrastruktur jalan yang sudah ada.
3. Kawasan Prioritas Ketiga: Koridor Bandara–Pelabuhan
Koridor ini mencakup Jalan Mulawarman dan Jalan Yos Sudarso, yang menghubungkan dua simpul transportasi utama: Bandara Juwata dan Pelabuhan Malundung. Sebagai jalur strategis nasional, koridor ini menjadi etalase kota bagi pengunjung dari luar daerah. Penataan utilitas di sepanjang jalur ini akan meningkatkan kesan pertama terhadap Tarakan sebagai kota pulau modern yang siap bersaing secara regional maupun nasional.
Di masa depan, ketika arus logistik dan mobilitas penduduk semakin meningkat, koridor ini harus mampu mendukung sistem perkotaan yang tangguh dan efisien.
Momentum Baru untuk Tarakan
Transformasi kota tidak bisa dilakukan serentak dan serba instan. Tetapi dengan langkah-langkah nyata yang bertahap, berdasarkan skala prioritas dan efisiensi, Tarakan bisa kembali menjadi contoh bagaimana kota kecil di wilayah perbatasan mampu melompat menjadi kota yang modern dan berkelas dunia.
Pembangunan utilitas terpadu bukan semata urusan teknis, melainkan simbol dari kematangan peradaban kota—bahwa ruang publik dijaga, pelayanan dimodernisasi, dan warganya dilayani dengan tertib. Tarakan punya modal: sebagai kota pulau strategis di utara Kalimantan, dengan warisan visi yang kuat dari masa lalu, dan dengan semangat kolaboratif antar-stakeholder yang terbuka untuk masa depan.
Kini saatnya kembali membuktikan: bahwa julukan “The Little Singapore” bukanlah nostalgia, melainkan panggilan untuk melangkah lebih maju – dengan sistem, dengan estetika, dan dengan keberanian. (**)
Oleh: Subono Samsudi
Pemerhati lingkungan dan pembangunan, Ketua Komunitas Mantap Indonesia (KMI) Tarakan, mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan SDA Kota Tarakan