TANA TIDUNG, – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat (MHA), kembali dibahas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tana Tidung, Selasa (15/4/2025).
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Tana Tidung, Hanapi mengatakan raperda ini terdiri dari 13 bab dan 37 pasal. Tujuan raperda ini untuk memberikan kepastian hukum keberadaan masyarakat hukum adat, agar dapat berkembang sesuai dengan hak dan tradisinya.
“Pembahasan Raperda ini masih dalam tahap perbaikan dan penyempurnaan. Kami bekerja sama dengan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) sebagai penyusun naskah akademik. Tadi, rapat pembahasannya dilakukan secara zoom meeting,†katanya.
Selain itu, juga melibatkan Ketua Adat Tidung dan Ketua Adat Dayak Bulusu serta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait seperti Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, para camat, Kesbangpol dan Linmas, Satpol PP serta Bagian Hukum Pembab Tana Tidung.
Anggota DPRD Tana Tidung, Roni Sianturi yang juga merupakan salah satu tim pembahas mengatakan Raperda tersebut inisiatif DPRD. Ia menargetkan agar aturan ini dapat diselesaikan tahun ini. Sehingga tahap selanjutnya pembahasan bisa mendapatkan hasil berupa masukan, tokoh adat dari Suku Tidung dan Bulusu, kepala desa, akademisi, OPD terkait, serta masyarakat luas.
“Sebenarnya harapan kita, dengan adanya Raperda ini, masyarakat hukum adat di Kabupaten Tana Tidung mendapatkan perlindungan yang lebih jelas dalam menjalankan hak dan kewajibannya istiadat yang berlaku,†ungkapnya.
Selain itu, Raperda ini juga bertujuan untuk memberikan pengakuan resmi terhadap keberadaan masyarakat hukum adat di Kabupaten Tana Tidung. Diantaranya, seperti Suku Tidung dan Bulusu, agar keberadaan mereka diakui secara sah oleh pemerintah daerah.
Terlebih lagi, masyarakat hukum adat memiliki hak atas tanah, wilayah, adat istiadat, serta nilai-nilai budaya. Sehingga, raperda ini menyusun dasar hukum untuk melindungi hak-hak tersebut dari ancaman eksternal maupun internal.
“Raperda ini juga memuat ketentuan mengenai program-program pemberdayaan, seperti pelatihan, bantuan ekonomi, penguatan lembaga adat, dan pengembangan potensi lokal agar masyarakat adat bisa lebih berdaya secara sosial, budaya, dan ekonomi,†tandasnya.
Sementara itu, menurut Anggota DPRD Abdul Gaffar penyusunan raperda ini melibatkan akademisi dari Unesa dan sejumlah OPD untuk memastikan substansi raperda sudah akurat dan sesuai hukum. “Kita harapkan juga raperda ini berpihak pada masyarakat adat,†tegasnya.
Muhammad Ridwan, Kabag persidangan DPRD Tana Tidung turut menambahkan dalam raperda ini DPRD Tana Tidung juga membuka ruang diskusi dan konsultasi dengan tokoh adat, kepala desa, serta masyarakat umum, untuk memastikan raperda ini berpijak pada kondisi riil di lapangan.
“Intinya, raperda ini ingin memastikan masyarakat hukum adat di Tana Tidung mendapatkan tempat yang layak dalam pembangunan daerah di kabupaten tana Tidung, sambil tetap menjaga identitas dan kearifan lokal mereka,†pungkasnya. (*/hr)