TARAKAN – Dosen ASN di seluruh Indonesia yang tergabung dalam ADAKSI (Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia) masih terus memperjuangkan pencairan Tunjangan Kinerja (Tukin) bahkan aksi mogok juga dilakukan dosen ASN dibeberapa daerah.
Terkait hal tersebut, salah satu dosen ASN di perbatasan Kalimantan Utara (Kaltara) inisial DYA menjelaskan Tukin dosen tidak pernah diberikan sejak tahun 2014 turunnya undang-undang ASN mendapatkan tunjangan kinerja. Kemudian Sejak Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) bergabung ke dalam Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tahun 2020, seharusnya Aparatur Sipil Negara (ASN) dosen menerima Tunjangan Kinerja (Tukin) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 136 Tahun 2018.
Sayangnya, dalam praktiknya pihak Kementerian tidak menerapkan aturan tersebut kepada ASN Dosen. Akibatnya, selama 5 tahun terakhir, ASN dosen tidak menerima tunjangan kinerja sebagaimana mestinya.
“Tukin dosen tidak pernah dianggarkan karena dosen tidak dianggap pegawai ASN oleh Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi, padahal dosen ASN memiliki NIP (Nomor Induk Pegawai) seluruh kewajiban sebagai Pegawai selalu kami penuhi, namun hak kami sebagai pegawai tidak pernah diberi,” jelasnya kepada fokusborneo.com belum lama ini.

Berbagai upaya dilakukanya untuk menuntut hak tersebut, sebagai dosen ASN perbatasan yang bergabung dengan ADAKSI ikut menyuarakan hak Tukin, baik di medsos maupun media massa mainstream.
“Langkah konkret yang dilakukan ADAKSI adalah melakukan audiensi dengan DPR RI untuk meminta bantuan agar hak Tukin dosen disuarakan kepada Menteri. Berupaya melakukan audiensi kepada Menteri, menyampaikan laporan kepada Ombudsman, menyampaikan laporan kepada Unit Layanan Pengaduan Kementerian Pendidikan Tinggi. Dan langkah kongkret yang baru saja kami lakukan yaitu melaksanakan aksi damai didepan Gedung Istana Presiden. Langkah selanjutnya masih tidak bisa kami sampaikan saat ini,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ia mengungkapkan imbas tidak dibayarkannya Tukin, sangat memberatkan dosen baik harkat martabat sebagai S2 dan S3 yang diberikan upah lebih kecil dari S1, kemudian yang paling berat adalah bagaimana caranya bertahan hidup.
“Take home pay 3 juta hidup di perbatasan Kalimantan Utara sangat – sangat tidak sesuai. yang kita tau wilayah perbatasan ini biaya hidup tinggi, bahkan UMR saja lebih besar dari take home pay Dosen ASN. Tuntutan Tri Dharma yang membutuhkan biaya karena anggaran kampus tidak cukup membiayai Tri Dharma Dosen,” katanya.
Selain itu, Dosen membutuhkan laptop dan printer untuk kerja, sehingga harus membeli sendiri, sementara tenaga kependidikan S1 komputer printer disediakan dan tukin diberikan.
Dengan kondisi seperti ini, beberapa dosen ASN menyambi demi memenuhi kebutuhan hidup seperti jualan, kredit gadai SK, pay later dll. Apakah dosen tidak mencoba mendapatkan dana hibah? tentu namun sangat sulit lolos. pun jika lolos, tidak ada honorarium untuk dosen dalam dana hibah tersebut.
Apakah dosen tidak mencoba menjadi tenaga ahli? Dengan persaingan ketat, dan kurangnya kemampuan dosen untuk lobi-lobi, ini sulit sekali didapatkan, apalagi jika seleksinya dipengaruhi oleh tingkat kedekatan personal. Selain Tukin tidak cair Dosen perbatasan tidak mendapatkan uang kemahalan sesuai dengan yang dijanjikan adanya uang kemahalan di perbatasan.
“Sebenarnya yang paling ditakutkan adalah ketika dosen tidak sejahtera maka aksi kecurangan ditingkat perguruan tinggi akan semakin masif terjadi seperti manipulasi dana hibah, memperebutkan jabatan struktural demi mendapatkan penghasilan tambahan, melakukan acara-acara seremonial demi agar bisa saving dan lain-lain, yang melanggar integritas perguruan tinggi,” imbuhnya.
Semua dosen saat ini belum menerima Tukin, setidaknya setiap dosen menerima 5-19 Jutaan sesuai dengan Kepmen 447/P/2024. Dan selama 5 tahun tidak diberikan maka kerugian dosen mulai 200 juta sampai dengan 1 milliar.
Saat ini dosen di beberapa daerah melakukan aksi mogok mengajar, Ia mengatakan, sementara ini Dosen ASN perbatasan belum ada aksi mogok dan masih mengajar.
“Dosen ASN mengedepankan prinsip pelayanan publik, dalam hal ini mahasiswa. Sehingga aksi mogok akan berdampak pada mahasiswa, yang kami rasa kurang elok mengingat bulan suci Ramadhan. Sebenarnya sudah ada beberapa kampus yang akan melaksanakan aksi mogok, dan sudah ada seruan ADAKSI boleh dilaksanakan aksi mogok di seluruh daerah,” terangnya.
Ia menambahkan, Dosen ASN perbatasan masih melihat perkembangan dinamika pencairan Tukin, dan tetap menghormati proses birokrasi yang berkenaan dengan hal-hal teknis pencairan Tukin. Tapi jika dalam waktu yang dijanjikan Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi Tukin tidak juga diberikan, kemungkinan besar aksi damai jilid 2, dan mogok akan dilakukan.
Berkaitan dengan efisiensi anggaran oleh pemerintah, sebagai akademisi Ia menyampaikan bahwa, Tukin Dosen seharusnya tidak akan terkena efisiensi anggaran karena memang tidak pernah dianggaran.
Efisiensi anggaran seharusnya tidak boleh menyentuh hak dasar hidup dosen. “Dosen juga manusia, jika hak-haknya tidak terpenuhi, maka akan terjadi banyak masalah di kampus, dosen jarang masuk karena sibuk proyek, 8 pertemuan dirapel 1 kali, tidak melakukan update bahan ajar, tidak melakukan inovasi mengajar, yang mengajar dikelas adalah asisten dosen saja. Dampak yang secara langsung dirasakan adalah kepada mahasiswa, pelayanan pendidikan menjadi tidak maksimal mereka membayar UKT untuk dapatkan fasilitas kuliah baik dari Dosen maupun dari sarana prasarana perguruan tinggi,” imbuhnya.
Sebagai Dosen ASN, Ia menegaskan pihaknya wajib mendukung dan melaksanakan kebijakan pemerintah dalam hal ini Presiden. Sampai saat ini hasil efisien anggaran masih belum bisa dipahami, bisa saja membuat Indonesia menjadi lebih baik, namun tetap diharapkan tidak merugikan banyak pihak. (**)