TANJUNG SELOR – Rencana pemindahan 2 kampung di sungai Kayan, Bulungan dan 6 kampung di Sungai Mentarang, Malinau, untuk kepentingan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) diharapkan kepada pemerintah untuk sungguh-sungguh memperhatikan sekaligus menjaga adat istiadat budaya setempat.
“Harapan kita baik kepada Pemkab Bulungan maupun Pemkab Malinau sebelum merelokasi masyarakat harus sungguh-sungguh memperhatikan adat istiadat serta budaya masyarakatnya,†kata Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) Fenry Alpius SE M Si, Selasa (31/5/22).
Diketahui, untuk kepentingan. Pembangunan PLTA Kayan di kecamatan Peso ada dua kampung yang dipastikan tenggelam dan 6 kampung di Kabupaten Malinau untuk kepentingan pembangunan PLTA nya.
Menurut Fenry Alpius mengatakan, dengan tenggelam nya perkampungan tersebut, pasti ada relokasi penduduknya.
Oleh sebab itu, dari DPRD Provinsi dengan adanya relokasi tersebut, baik di Sungai Mentarang maupun yang ada di sungai Kayan, terkait pemindahan itu tidaklah gampang, apalagi ini memindahkan orang. Artinya dalam hal ini juga turut memindahkan sosial budaya masyarakatnya.
Jadi dengan pemindahan itu, sosial budaya dan adat istiadat masyarakat yang didesa lama dengan desa baru harus sama. Dan kepada pihak pengembang yang membangun PLTA Kayan dan Mentarang harus bisa menempatkan warga didesa yang baru dengan adat istiadat dan budayanya yang biasa mereka lakukan dikampung yang lama.
“Sekali lagi saran jika dari Pemkab Malinau dan Pemkab Bulungan sebagai pemilik wilayah agar dalam pelaksanaan relokasi dimaksud perlu melakukan pendampingan terhadap masyarakat adat yang akan direlokasi,†tegas Fenry.
Tujuan nya agar supaya nilai-nilai budaya, seni, adat istiadat maupun dari segi kebiasaan-kebiasaan hidup selama mereka berpuluh tahun bahkan ratusan tahun dikampung yang lama, untuk dikampung yang baru mereka bisa mendapatkan seperti itu lagi.
Karena sosial budaya dan adat istiadat tidak bisa dilepaskan begitu saja. Jadi pihak pemerintah sekali lagi diharapkan dapat mengawalnya.
Termasuk juga bagaimana masyarakat yang nantinya direlokasi pihak pengembang PLTA sungai Kayan dan sungai Mentarang bisa mempunyai komitmen untuk menjaga pendapatan masyarakat sekaligus membantu masyarakat setempat dibeberapa desa yang direlokasi itu.
Budaya dimaksud, diantaranya cara berladang, budaya berburu dan mencari ikan.
“Kebetulan warga yang akan direlokasi ini adalah komunitas masyarakat adat Dayak, tentu kebiasan mereka untuk hidup sehari-hari seperti mencari ikan di sungai, berburu binatang dalam pembangunan PLTA ini mereka juga harus diberi kejelasan apakah masih bisa untuk mencari nafkah diperkampungan yang baru dengan tradisi yang mereka jaga selama ini, semuanya harus jelas,†tutup Fenry.(**)
Sumber : Jurnal Kaltara/Humas Setwan.