TARAKAN – Menanggapi rencana pemerintah pusat menghapus subsidi minyak goreng curah, Anggota DPR RI dari Partai Nasdem Arkanata Akram menilai sebenarnya yang menjadi permasalahan bukan soal subsidi. Ia mengatakan persoalan utama adalah pendistribusian yang kurang merata.
“Kalau saya memandang Kaltara ini kan daerah yang berbeda dari daerah Indonesia yang lain, termasuk daerah perbatasan yang aksesnya juga sulit untuk dicapai. Ketika melihat mayoritas dari produsen minyak itu ada di Jawa, saya kira problem utamanya bukan masalah untuk memotong atau menghilangkan subsidi tersebut masalah utamanya adalah distribusi,” kata Arkanata saat diwawancarai awak media, Sabtu (28/5/22).
Dikatakan Anggota Komisi 7 DPR RI, soal distribusi itu yang perlu dipenuhi pemerintah pusat khususnya di Kaltara. Jangan sampai, kejadian sebelumnya ketika ada kelangkaan minyak masyarakat Kaltara malah berharapnya kepada negara tetangga Malaysia.

“Setiap kali ada kelangkaan minyak goreng atau bahkan BBM selalu berharap kepada Malaysia dan ini kenyataan yang ada di indonesia. Jadi masalah untuk pemotongan harga atau pencabutan masalah subsidi, saya kira itu bukan menjadi masalah untuk dapil saya. Yang jadi masalah adalah distribusi itu sendiri,” ujar Arkanata.



“Dimana wajahnya pemerintah pusat, dimana wajah negara ini. Saya selalu menyampaikan di rapat terbuka maupun rapat tertutup di DPR RI, jangan sampai ada kata-kata lagi di Kaltara garuda ada di dadaku tapi Malaysia diperutku,” tambah Anggota DPR RI dapil Kaltara.
Menurut Arkanata, yang lebih penting saat ini bukan soal pencabutan subsidi, masalah distribusi agar produk-produk dalam negeri ini betul-betul sampai ke seluruh pelosok Indonesia termasuk Kaltara.

“Saya tidak mengatakan saya setuju dan saya juga tidak mengatakan bahwa saya tidak setuju, tetapi saya mengatakan ada hal yang lebih penting dari pada masalah subsidi yaitu distribusi,” tegas Arkanata.
Selain soal distribusi, dikatakan Arkanata pengawasan juga kurang maksimal. Komisi 7 DPR RI yang bermitra dengan pemerintah, pengawasan hanya melalui pemerintah pusat itu sendiri.
“Kalau pengawasan sebenarnya bukan dari Komisinya, tapi pengawasan dari pemerintah sendiri untuk melihat distribusi itu sampai ke tangan masyarakat. Saya kira itu yang menjadi masalah,” tutup Arkanata.(Mt)