TARAKAN – Komisi 1 DPRD Kota Tarakan akan membawa persoalan sengketa lahan Bandar Udara International Juwata Tarakan ke Kementerian Perhubungan. Hal ini, untuk mencari solusi penyelesaian persoalan yang sudah lama terjadi antara Bandara dengan warga.
Rencana ke Kemenhub tersebut, disampaikan Komisi 1 DPRD Kota Tarakan usai melakukan kunjungan lapangan untuk menginventarisir lahan Bandara yang menjadi sengketa di Kelurahan Karang Anyar Pantai dan Karang Anyar, Senin (6/10/22).

“Karena itu kami melakukan tinjauan langsung ke lapangan, tujuannya untuk menginventarisir semua persoalan-persoalan yang ada di lapangan antara warga dengan pihak Bandara. Kita juga undang semua dari pihak Bandara, BPN, DPUTR, Perkim, karena kita juga ingin mengetahui di dalam RTRW itu seperti apa,” kata Ketua Komisi 1 DPRD Kota Tarakan Anas Nurdin.
Dikatakan Anas, hasil dari lapangan, ternyata banyak problem ditemukan. Di Kelurahan Karang Anyar Pantai, berdasarkan sertifikat yang dimiliki Bandara, ternyata ada juga dimiliki warga.
“Kita lihat pagar pembatas di Bandara itu kalau tidak salah dibangun masih jamannya pak dr. Jusuf SK, itu diluar pagar ternyata masih ada lahan bandara berdasarkan surat sertifikat nomor 174 yang mereka miliki dan masih ada patoknya serta bekas-bekas pagar kawat. Kurang lebih dari pagar yang sekarang ini keluar itu ada sekitar 7-8 meter sepanjang jalan kebelakang,” jelas politisi Golkar.

Ditambahkan Anas, kenapa pagar dibangun agak masuk, kemungkinan pada saat itu sudah banyak pemukiman warga. Jika mengikuti ukuran berdasarkan sertifikat, banyak rumah warga yang harus dibebaskan hanya saja pihak bandara tidak berani mengeluarkan ganti rugi karena sudah terdaftar diaset milik negara.
“Persoalan-persoalan ini kemudian kita akan sikapi, cuma anehnya bahwa diluar itu terdapat beberapa sertifikat di dalam itu tadi. Yang di minta warga ini kan kenapa ada sertifikat itu, sementara yang lain juga ingin melakukan pengurusan atau peningkatan status yang sama tapi kok tidak bisa,” ujar Anas.
Dicontohkan Anas, rumah yang terbit serifikatnya posisinya berada di tengah, sedangkan disampingnya yang posisinya bersebelahan tidak bisa terbit. Itu yang dipersoalkan warga, karena dilokasi sama tapi sertifikat tidak bisa terbit.
“Jadi rumah berada dekat pagar itu tidak ada, ditengah nya ada, disampingnya lagi ditengah-tengah dia ada, jadi itu yang mereka persoalkan. Artinya ada penerbitan sertifikat, mereka inginnya itu supaya juga dilayani seperti itu,” pungkas Anas.
Hal yang sama, dikatakan Anas juga terjadi di kelurahan Karang Anyar. Lahan yang luasannya kurang lebih 52 hektar berlokasi diujung landasan pacu dan masuk dalam zona C, sudah banyak dihuni warga. Bahkan disana juga sudah ada punya sertifikat.

“Nah yang habis diploting sesungguhnya ini kan rencana pengembangan Bandara yang di depan landasan pacu itu terus keatas. Disana itu jelas bahwa BPN pun belum ada mengeluarkan sertifikat untuk Bandara dan Bandara mengakui sendiri bahwa kami belum memiliki sertifikat itu,” beber Anas
Dalam Perda RTRW, diungkapkan Anas lokasi tersebut sudah diploting sebagai area transportasi karena ada rencana untuk pengembangan Bandara.
“Apa problemnya disana, problem yang sama oleh masyarakat kurang lebih dengan Karang Anyar Pantai, mereka sudah mengikuti program PTSL bahkan sudah banyak peta bidangnya, tetapi ketika mereka ingin meningkatkan statusnya menjadi sertifikat nah disitu tertolak dengan dua catatan meminta rekomendasi ke Bandara atau kepada pemerintah BPN baru berani memproses,” terang Anas.
Dibeberkan Anas, tujuan DPRD mengumpulkan bahan, karena ada rencana untuk berkunjung ke Kementerian Perhubungan mencarikan solusi. Apalagi persoalan ini, sudah lama dan tidak mungkin biarkan.
“Saya berharap persoalan yang dihadapi masyarakat ini, bisa terselesaikan dengan baik. Sebab persoalan ini tidak akan mungkin selesai di tingkat Kota ini antara Bandara dengan warga, perlu ke level yang lebih tinggi dalam hal ini Kemenhub itu yang kita mau urai permasalahannya. Sehingga semuanya bisa selesai dengan baik,” tutup Anas.(Mt)