Periode pertama usai. Kini memasuki tantangan di periode kedua. Apakah kinerja Deddy Yevri Hanteru Sitorus bakal lebih gemilang dibandingkan sebelumnya?
Berikut tulisan pendek ini sebagai bentuk respek dan terimakasi sudah berjuang tanpa lelah untuk kawan Deddy Sitorus.
Kursi DPR RI yang hari ini kembali didudukinya itu diraih susah payah. Berat dan mahal. Ia dikeroyok oleh para elite. Usaha itu gagal. Deddy meraih suara kedua terbanyak. Cukup menerbangkannya ke Senayan.
Deddy terpilih berkat kinerjanya yang cemerlang di periode pertama. Ia paling menonjol diantara 3 orang wakil rakyat Dapil Kaltara. Walau terpotong 2 tahun akibat Covid-19, Deddy mampu menunjukkan kinerja yang baik.
Ratusan ribu dosis vaksin. Ribuan APK dia kendalikan dari Kali Malang –rumahnya– di Jakarta untuk disitribusikan di Kaltara.
Usai Covid-19 Deddy langsung tancap gas. Defisit anggaran daerah akibat Covid-19 tidak membuatnya berpangku tangan. Karena memiliki hubungan baik dengan sejumlah Menteri serta petinggi BUMN Deddy blusukan. Mencari anggaran dan meyakinkan para petinggi itu. Atas nama Kaltara adalah beranda depan NKRI, Deddy mendesak untuk diprioritaskan.
Hasilnya nyata. Desa-desa yang dulu Ia janjikan terang-benderang pada saat kampanye lalu, sebagian tidak lagi gelap-gulita. Elektrifikasi Kaltara pun melonjak drastis. Diikuti meningkatkan anggaran untuk PLN.
Posisinya di Komisi 6 yang bermitra dengan Kementrian BUMN dimaksimalkan. Berhasil meyakinkan Pertamina mengirim LPG 3 Kg ke Krayan salah satu yang fenomenal.
Itu baru di BUMN. Politisi anak buah Megawati Soekarno Putri itu juga bolak-balik mendatangi Menteri yang bukan mitranya. Misalnya Kementrian Perhubungan. Atas desakkan Deddy, Bandara Binuang barhasil dibangun. Begitu pun Dermaga Bunyu.
Menteri Kesehatan juga menjadi “korban” rayuan maut Deddy. Hasilnya berupa RSU Pratama di Bunyu
Giliran jalan tembus Malinau-Krayan mangkrak, Deddy memberanikan diri menghadap Presiden Jokowi. Dipinggir Sungai Mentarang, Ia meminta Jokowi menambah anggaran.
“Apa yang bisa saya bantu untuk Kaltara Bang Torus,” tanya Jokowi sambil memandang ke Sungai.
“Saya berharap penambahan anggaran untuk jalan ke Krayan Pak Presiden,” kata Deddy mengakhiri penjelasannya terkait progres pembangunan jalan tersebut.
Di pinggir Sungai itu pun Jokowi menyetujuinya. Beberapa hari kemudian, sambil menggerutu Menteri PUPR Basuki Hadimulyono memanggilnya. Pak Bas tak berkutik. Akhirnya menjalankan perintah Presiden.
Siapa pun yang memilih Deddy Sitorus di periode pertama pasti merasa tidak sia-sia memberikan suara. Walau mendapat julukan caleg import, mereka tidak bergeming. Ternyata kinerjanya luar biasa. Ia tampak lebih serius bekerja dibandingkan kepala daerah yang sibuk pencitraan itu.
Kinerjanya yang mentereng memang menghantui calon rivalnya. Terlebih Deddy politisi yang tidak suka basa-basi. Ia tanpa tedeng aling-aling mengkritik kinerja kepala daerah yang tidak sungguh-sungguh bekerja untuk rakyat. Julukannya pun bertambah. Si mulut lancip.
Yah, mulut yang selalu menyampaikan kritik apa adanya. Mulut yang pasti menyelipkan kata rakyat. Diawal, ditengah atau diujung kalimatnya.
Salah satu yang kontroversial yang menjadi titik nadir hubungannya dengan elite politik Kaltara adalah soal pencemaran Sungai Malinau. Saya tahu persis persoalan ini. Deddy Sitorus akhirnya menjadi musuh bersama. Seorang pengusaha batu bara menjadi promotor operasi penggagalannya. Mereka bertekad menendangnya dari Kaltara. Dia dianggap tidak sopan. Mengganggu ketenangan warga Kaltara. Dan menjadi ancaman kepentingan bisnis si pemilik tambang.
Saya bergabung di tim Deddy Sitorus dipertengahan jalan. Ikut seluruh kunjungan kerjanya. Menyaksikan pertemuan dengan rakyat. Dan mendengar keluh kesah mereka soal keterbatasan di pedalaman.
Soal apa saja. Mulai anak sekolah, listrik, pupuk, jalan rusak, sampai permintaan mobil ambulan.
Satu-persatu keluhan itu berusaha Ia penuhi. Mobil ambulan sampai speed ambulan. Peralatan band untuk Gereja. Semen untuk pembangunan Masjid. Beasiswa anak sekolah. Sapi qurban. Net voli dan banyak lagi.
Itu pun tetap dicibir. Dianggap mempolitisir bantuan dan beragam tudingan yang menyayat-nyayat hatinya. Deddy sadar mengapa usahanya yang keras itu tetap mendapat respon negatif para elite sambil memprovokasi publik.
“Mereka kayanya terganggu sama gue,” ucapnya sambil mengemudikan speed kepada saya.
Tapi apakah Deddy terganggu dengan tatapan sinis itu? Ia mengabaikannya. Selama usahanya untuk rakyat, sejengkal pun Ia tidak akan mundur.
Namun, sebagai politisi tetap ada perasaan was-was. Terutama menghadapi Pemilu. Sejak awal jauh sebelum tahapan dimulai, strategi sudah dimatangkan.
Saya kasih sedikit bocorannya. Desa mengepung Kota. Itulah yang dilakukan Deddy. Mengapa selama kampanye Ia rela merogoh kocek lebih dalam untuk menggunakan helikopter. Bukan untuk gaya-gayaan.
“Itulah cara gue menemui rakyat di desa-desa terpencil. Saya ingin berdialog. Menyentuh tangan dan menepuk pundak mereka. Sambil memohon maaf belum semua janji kampanye bisa gue wujudkan,” ujarnya lirih.
Dan yang tidak kalah pentingnya, helikopter itu bisa mengantarkan Deddy menginjakkan Deddy di desa-desa terluar. Yang untuk didatangi butuh berhari-hari jika melalui sungai apalagi darat. Seperti Lumbis Hulu, Pensiangan atau Apau Ping.
“Kalau dihitung dari jumlah pemilih rugi rasanya jauh-jauh ke pedalaman. Berapa sih pemilihnya disana. Tapi buat gue ada kepuasan tersendiri bisa bertemu mereka. Apalagi pakai helikopter kan memotong jarak dan waktu,” ungkapnya.
Hampir satu bulan, Ia mengunjungi sekitar 80 desa di pedalaman. Wira-wiri pakai Helikopter. Melintasi hutan belantara yang lebat. Gunung tinggi dan cuaca yang sulit diprediksi.
Saya ikut diseluruh kampanye itu. Letihnya luar biasa. Satu hari bisa 6 desa. Salah kordinat satu digit bisa nyasar kemana-mana. Berkejaran dengan waktu tutupnya bandara. Menghitung bahan bakar yang harus akurat. Sampai harus berganti baju di dalam cokpit sebelum landing.
Sedangkan caleg lain kebalikannya. Tidak perlu cape-cape ke desa-desa itu. Mereka memilih jalan pintas. Panggil seluruh Kepala Desa. Kumpulkan mereka di ibu kota. Ceramahin. Selipkan sedikit ancaman. Kasih uang siraman. Pulang dititipin baliho untuk dipasang di desanya.
Atau cara mudah lainnya. Modalin caleg lokal, Kabupaten atau Provinsi. Apa pun partainya. Ajak kolaborasi. Berkongsi uang siraman.
Perjuangan memang tidak menghianati hasil. Kerja keras itu berbuah suara 60 ribu. Naik dari periode pertama. Ini membuktikan tidak ada pergeseran pemilih loyal. Bahkan cendrung dapat pemilih baru yang tergoda kinerjanya.
Banyak rakyat terpukau dengan pesona Deddy. Sungguh membanggakan.
Kini tantangan lima tahun kedepan sudah didepan mata. Pasti lebih berat lagi. Provinsi ini masih jauh dari mimpi para pendirinya. Politik anggaran masih berkutat di elektoral. Para elitenya sibuk pencitraan. Provinsi, Kabupaten dan Kota saling klaim pembangunan. Mereka asyik melukis langit dan menjual mimpi. Sedang nasib rakyat desa tetap terabaikan. Hutan mereka dirusak. Eksploitasi tambang atas nama kemakmuran. Faktanya, pemilik tambang makin makmur, Sungai Malinau makin hancur.
Rasa lelah itu terbayar. Ibarat sebuah band, Senayan tidak kehilangan sang vokalis.
Kiprah Deddy di PDI Perjuangan juga tak sekadar kader biasa. Ia mendapat kepercayaan memimpin pemenangan pemilihan eksekutif di seluruh Indonesia. Tugas yang maha berat.
Belum lagi Ia kerap diminta berbicara disejumlah talk show TV nasional membahas Mulyono. Membuatnya makin meng-Indonesia. Kita warga Kaltara sedikit demi sedikit merelakan kenyataan, Deddy Sitorus kini bukan hanya mewakili Kaltara. Atau PDI Perjuangan. Dia kini mewakili suara-suara tersumbat melawan rezim Mulyono.
Makanya jangan heran. Setiap postingannya di media sosial, para haters siap berlapak sambil menyalakan lilin mencaci makinya.
Saya menambahkan satu gelar lagi. Deddy Sitorus adalah politisi lokal kelas nasional yang menjelma menjadi selebiris politik di negeri ini.
Diujung tulisan ini, saya ingin memberitahu siapa orang dibalik perolehan 60 ribu suara itu? Siapa lagi kalau bukan Ibu Negara, Suryani Ida.
Dialah play maker sesungguhnya. Pengatur ritme permainan. Pemberi semangat kapten kesebelasan. Mengatur serangan dan mengkoordinir pertahanan. Luar biasa!
Tidak kenal lelah. Rela menahan rindu meninggalkan si bungsu di rumah berminggu-minggu. Menyiapkan seluruh keperluan. Mulai baju, sarapan, makan siang dan malam.
Yang tidak kalah pentingnya, Ida selalu orasi disetiap kampanye. Berbicara dengan bahasa keseharian. Terkadang lebih membakar dibandingkan suaminya.
Itu membuktikan dirinya bukan sekadar pemanis belaka. Atau Pendamping yang cuma bisa tersenyum. Ternyata, dialah aktris sesungguhnya.
Selamat berjuang dimedan pertempuran dahsyat berikutnya di jilid ke dua bro!! (**)