Hari ini Megawati Soekarnoputri berulangtahun ke 78. Ia adalah Presiden ke 5 RI dan penjaga marwah Demokrasi Indonesia.
Negara ini beruntung melahirkan Megawati. Kita harus berterimakasih kepada Bung Karno dan Ibu Fatmawati. Melalui cinta abadi mereka berdua, telah lahir seorang perempuan tangguh, kuat, memiliki pendirian yang teguh dan leadership yang dahsyat.
Bung Karno mewariskan sifat pantang menyerah alias tangguh. Bapak bangsa itu tak menyerah kendati di penjara. Dibuang. Bahkan ancaman pembunuhan. Dia tetap setia dijalur perjuangan. Bangsa ini harus merdeka.
Megawati pun setali tiga uang. Anda sudah tahu bagaimana Orde Baru ingin menghabisinya. Menghancurkannya. Sampai melenyapkannya dari dunia politik Indonesia. Sejengkal pun Ia tak mundur. Bahkan maju melawan.
Hasilnya. PDI Perjuangan lahir dari perlawanan itu. Pemilu Tahun 1997, dan 1999 membuktikan, keberanian melawan rezim otoriter menghasilkan kepercayaan rakyat dalam pemilu.
Bung Karno juga memberikan pembelajaran bagaimana menjadi soerang pemimpin. Menyatukan pera pejuang dan pemikir. Demi sebuah cita-cita kemerdekaan.
Anda juga bisa melihat ini dalam perjalanan karier politik Megawati memimpin PDI Perjuangan. Anak-anak muda yang nengidam-idamkan demokrasi direkrut. Bekerja keras meyakinkan rakyat bahwa PDI Perjuangan adalah alat bagi mereka menuju kesejahteraan.
Kecintaan Bung Karno kepada rakyat kecil juga mengalir hingga sum-sum Megawati. Itu bagaikan DNA yang tak bisa diubah.
Wajar bila PDI Perjuangan harapan bagi wong cilik. Kaum Marhaen yang menjadi insprirasi idiologi Ayahnya.
Keteguhan hatinya memandang sebuah “penghianatan” adalah warisan sang Bunda. Ibu Fatmawati. Gadis ayu asal Bengkulu ini tak hanya menurunkan kecantikan. Tapi keteguhan hati.
Sejarah mencatat. Ibu Fat memilih keluar dari Istana. Mega memilih hidup bersama Ibunya. Walau pun tak memudarkan kecintaannya kepada sang Ayah.
Jika Anda renungkan sikap PDIP Perjuangan terhadap Joko Widodo –yang dicap penghianat, ada kemiripan seperti sikap Ibu Fat. Megawati sangat membenci penghianatan. Ia memilih melawan si penghianat walau pun terdapat konsekuensi secara politik.
Begitu pula Ibu Fat, memilih hidup sebagai rakyat biasa. Dibandingkan hidup tersiksa di dalam Istana sebagai Ibu Negara.
Megawati Soekarnoputri bukan sekadar Ketua Umum partai. Ia adalah Ibu Ideologi. Jabatan politik bukan menjadi targetnya lagi. Ia telah paripurna. Pernah hidup di Istana sebagai anak Presiden sekaligus bekerja di Istana sebagai Presiden.
Megawati bukan seperti Ketua Umum partai yang lain. Berebut kursi Menteri dan lembaga tinggi negara. Menjadi pembantu Presiden. Terlalu nista.
Baginya, PDI Perjuangan harus punya sikap. Menjadi penyeimbang. Diluar pemerintahan. Posisi mulia itu pernah dilakoni selama 10 tahun saat SBY berkuasa.
Saya meyakini, apa pun hasil pertemuan antara Megawati dan Presiden Prabowo kelak, tidak akan merubah sikapnya.
Megawati tidak ada masalah dengan Prabowo. Ia hanya tidak senang dengan mentor politik sang Presiden. Petugas partai yang Ia besarkan. Ia didik. Ia ajarkan bagaimana Bung Karno menjunjung demokrasi. Namun diujung jalan, malag mengkhianati demokrasi.
Saya yakin, sikap pengkhianatan itu seperti sengaja merobek bendera merah putih. Yang dulu dijahit sang Bunda. Ibu Fat. Betapa nelangsanya hati Megawati.
Jangan pernah meremehkan Megawati. Walau banyak yang mencibirnya dengan olok-olokkan merendahkan. Tidak intelek. Bicaranya ngelantur. Emosional. Atau penuh drama. Megawati adalah Megawati. Bukan ibu-ibu biasa. Ia bisa disejajarkan dengan para pemimpin perempuan dunia lainnya.
Margareth Thatcher PM Inggris. Indira Gandhi dari India. Benazir Bhutto dari Pakistan. Corazon Aquino dari Philipina. Atau Angela Merkel Kanselir Jerman. Mereka adalah perempuan tangguh yang mampu memimpin negara-negara besar.
Semoga di ulang tahun ke 78 ini, Megawati tetap diberikan kesehatan. Panjang umur.
“Ibu, Indonesia masih membutuhkan kontribusi mu “.(doddy irvan/pai)