TARAKAN – Sejumlah permasalahan pertanahan masih menjadi polemik di Tarakan. Bahkan beberapa waktu lalu, puluhan warga mendatangi kantor DPRD Tarakan terkait adanya dugaan peta bidang ganda di Kelurahan Karang Harapan.
Menindaklanjuti hal tersebut, DPRD Tarakan juga sudah melakukan kunjungan lapangan untuk mengetahui duduk permasalahannya, Selasa (4/1/25).
Selanjutnya rombongan Komisi I DPRD Tarakan beserta Wakil Ketua DPRD Tarakan, Herman Hamid mendatangi Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tarakan untuk meminta penjelasan terkait permasalahan yang terjadi.
“Kami silaturahmi ke BPN mempertanyakan persoalan administrasi dan pertanahan di Tarakan. Termasuk soal tanah Pak Santung yang kami kunjungi tadi,” ujarnya.
Ia mengapresiasi penjelasan yang diberikan Kepala Kantor BPN Tarakan yang terbuka. Meski diharapkan, persoalan pertanahan bisa diselesaikan dengan baik
“Dari Kepala BPN bersedia mencarikan solusi permasalahan, termasuk soal tanah Pak Santung itu juga ada Kepala Kakanwil tadi datang jadi disampaikan akan menjadi atensi dan perhatian pihak BPN untuk segera menyelesaikan. Termasuk lokasi yang lain,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala BPN Tarakan, Dasih Tjipto Nugroho mengatakan komunikasi yang lebih intens menurutnya memang harus dilakukan dengan seluruh unsur DPRD Tarakan sebagai perwakilan masyarakat.
“Terutama masalah yang mungkin belum tersampaikan masyarakat kepada kami. Kita cari solusi bersama sesuai dengan aturan yang ada,” tuturnya.
Ia jelaskan, sesuai tahapan penanganan masalah kasus pertanahan tidak semua pengaduan bisa langsung mendapatkan respon. Tetapi harus mengumpulkan data terlebih dahulu.
“Kalau persoalan tumpang tindih itu, terkait dengan data yang ada di kelurahan maupun ditingkat RT. Sebelum tanah itu di daftar jadi sertifikat, yang mengetahui letak tempat siapa yang menguasai kan itu dari pihak kelurahan dan RT,” terangnya.

Sebenarnya, kebijakan pemerintah terkait pembuatan SHM melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) bertujuan untuk mengurangi permasalahan. Namun, jika ternyata dalam proses realisasinya malah banyak menimbulkan permasalahan, maka pihaknya perlu mencari dimana simpul permasalahannya.
“Karena terus terang untuk satu bidang ya satu penguasaan, kalau ternyata ada tumpang tindih misalnya fisiknya dikuasai A tetapi ada B pegang surat. Bisa jadi dari sertifikat yang lama plotingnya tumpang tindih dengan sertifikat yang sudah diterbitkan dari PTSL,” tandasnya.
Penyelesaian permasalahan bisa diselesaikan secara litigasi (pengadilan) maupun non litigasi atau diluar pengadilan. Namun, sebelumya BPN akan menyelesaikan secara non litigasi terlebih dahulu.
Salah satunya dengan cara melakukan mediasi atau jika ternyata masalah administrasi, akan diminta pembantalan dari kantor wilayah.
“Kalau tidak bisa ya kami arahkan untuk penyelesaian secara litigasi atau peradilan,” jelasnya.
Ditambahkan Dasih sistem negatif bertendensi positif, apabila ada pihak lain yang bisa membuktikan benar sebagai pemilik lahan dan menguasai lahan yang tumpang tindih. Namun, pihaknya akan melihat apakah permasalahan karena secara fisik atau yuridis.
Disinggung soal permasalahan salah satu warga Kelurahan Karang Harapan, Dasih menjelaskan baru melihat masalah secara yuridis.
Meski demikian, ia tegaskan penerbitan sertifikat sudah memiliki dasar yang jelas. Misalnya, pemilik SIMTN menyatakan lokasinya, maka selanjutnya akan dicocokkan dengan keterangan ketua RT setempat.
“Kita harapkan pemegang sertifikat yang tidak menguasai lahannya secara sukarela menyerahkan SHM untuk dibatalkan. Itu lebih mudah dan lebih elegan lah penyelesaiannya. Tapi kalau sudah lama, maka membatalkan sertifikat yang terbit setelahnya sesuai yurisprudensi Mahkamah Agung dan haknya sudah diakui negara,” tegasnya.(**)