TARAKAN – Pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) di wilayah Kalimantan Utara (Kaltara) masih terkendala moratorium pemekaran daerah yang belum dicabut. Sementara, ada lima usulan DOB di Kaltara, salah satunya di Malinau dengan calon DOB Apau Kayan dan di Bulungan usulan DOB Tanjung Selor.
Sedangkan tiga diantaranya berada di Kabupaten Nunukan, yakni Calon DOB Kabupaten Bumi Dayak Perbatasan (Kabudaya), usulan DOB Krayan dan calon DOB Sebatik. Kelima usulan DOB ini memiliki kepentingan berbeda, mulai dari perbatasan, pelayanan publik hingga Ibu Kota Kaltara.
“Luas Kaltara ini lebih luas dari dua Provinsi, yakni Jawa Tengah dan Jawa Barat. Dari sisi kabupaten kota, kita cuma 5 sedangkan 2 provinsi itu ada 62 kabupaten kota kalau digabung. Tapi, lemahnya di jumlah penduduk,” jelas Dr. Ismit Mado, S.T., M.T, Sabtu (15/3/25).
Pria yang merupakan salah satu tokoh pemekaran Kaltara ini menambahkan aspek penting yang menjadi dasar pemekaran ini, salah satunya terkait pelayanan publik. Hal ini sejalan dengan pendapat Ombudsman yang mendorong pemekaran apabila di wilayah tersebut tidak bisa memberikan pelayanan publik secara maksimal.

“Dari aspek perbatasan, seharusnya tanpa diminta daerah, negara itu berpikir kalau ada skala prioritas untuk dimekarkan. Tujuannya, untuk mendekatkan pelayanan publik,” katanya, ditemui usai menjadi narasumber di Diskusi Publik Pengaruh Pemekaran Kabudaya Terhadap Ekonomi Sosial dan Politik Provinsi Kaltara yang digelar Forum Keluarga Mahasiswa Dayak Agabag (FKMDA) Tarakan.
Kelima calon DOB ini sudah masuk secara nasional, tinggal selanjutnya bagaimana perjuangan untuk mewujudkan DOB tersebut dalam bentuk Kabupaten dan Kota. Sementara, jika sesuai Undang undang Otonomi Daerah, memungkinkan pemekaran bukan dari daerah tapi inisiatif dari Pemerintah Pusat.
“Lima DOB ini urgent bagi Kaltara, karena perspektif layanan publik dan luas wilayah itu tadi yang menjadi dasarnya. Pada prinsipnya memberikan keuntungan bagi Kaltara. Pelayanan Publik itu menjadi dasar punya hak untuk dimekarkan,” imbuhnya.

Tokoh Pemekaran Kaltara/Dosen Universitas Borneo Tarakan (UBT) Dr. Ismit Mado, S.T., M.T. Foto : Fokusborneo.com
Kemudian potensi sumber daya alam (SDA) juga seharusnya bisa dikelola dengan baik, mendekatkan pelayanan publik serta dulungan masyarakat mendorong bergeraknya ekonomi di daerah.
“Artinya pendekatan tata kelola pemerintahan ke masyarakat. Sama seperti Tana Tidung kan kurang memenuhi syarat misalkan dari jumlah penduduk, tapi ketika dimekarkan kan tumbuh,” ungkapnya.
Ia melihat pemerintah sampai saat ini belum bisa memenuhi fasilitas di daerah yang diusulkan untuk dimekarkan tersebut. Seperti sektor pendidikan dan sektor kesehatan, misalnya di Kecamatan Krayan yang memiliki akses sangat terbatas dan hanya bisa dilalui udara.
“Di Sebuku, Nunukan juga sama. Dengan rentang perjalanan yang jauh, belum memenuhi sektor pelayanan publik tadi. Kalau untuk lintas perbatasannya mungkin sudah baik, tetapi untuk lintas internal di Kaltara ini yang sulit dicapai,” pungkasnya.
Pointnya bahkan lebih mudah, tinggal interaksi antara bupati atau wali kota. Misalnya, subsidi dari Malinau untuk pemekaran Apau Kayan, selanjutnya di Apau Kayan juga timbul interaksi antara Bupati Malinau dan Bupati Apau Kayan. Kemudian Bupati Nunukan dengan Bupati Krayan, maupun Bupati Kabudaya dan Wali Kota Sebatik.
“Artinya kan lebih tumbuh, terbangun kinerja di wilayah pemekaran tadi. Sama dengan Kaltara waktu pertama kali berdiri, lima tahun pertama pemerintahan itu defisit. Tapi, setelah lima tahun, kita surplus. Tidak ada kekurangan operasional atau lainnya,” tandasnya.(**)