TARAKAN – Sistem pendistribusian tabung gas LPG 3 kg, masih terus menjadi permasalahan di Tarakan, Kaltara. Tidak hanya dugaan oknum pedagang menjual tabung gas diatas Harga Eceran Tertinggi (HET), tetapi juga masih ditemukan LPG bersubsidi khusus warga miskin ini malah salah sasaran.
Persoalan ini kemudian dibawa dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) tentang sistem pendistribusian LPG 3 Kg di Kota Tarakan, Senin (17/3/25). Diinisiasi DPRD Kota Tarakan, dalam RDP hadir juga Sales Branch Manager Gas Kaltara, Kadis Koperasi UKM dan Perdagangan, Bagian Ekonomi dan SDA, Agen dan Pangkalan LPG3 Kg serta Ketua Forum Kerukunan Ketua RT (FKKRT) Kota Tarakan.
“Ada enam keputusan yang diambil buat kondisi LPG 3 kg yang terjadi di Tarakan. Diantaranya, Pertamina dan Agen mengawasi Pangkalan lebih ketat. Kedua, bagian ekonomi dan Disdagkop membuat tim untuk study permasalahan dan segera menjadi solusi. Kita rapat kembali setelah Lebaran,” ujar Ketua Komisi II DPRD Kota Tarakan, Simon Patino.
Kemudian solusi ketiga, aturan penjualan tabung gas pink pada pangkalan PSO tanpa punishment (sanksi). Sehingga yang awalnya pangkalan diwajibkan menjual 5 persen LPG non PSO dan jika tidak tercapai akan mengakibatkan pemotongan alokasi, juga turut dihapus Pertamina.

Solusi keempat mengaktifkan Satuan tugas (satgas), selanjutnya kelima memprioritaskan kawasan yang tidak terjangkau program gas rumah tangga. Sedangkan hasil RDP keenam, apabila agen melakukan Pemutusan Hubungan Usaha (PHU) pada salah satu pangkalan di RT tertentu maka harus menggantinya di RT tersebut juga.
“Kan ada bisa itu terjadi, mereka cabut di pangkalan salah satu RT dan dipindah ke RT bahkan kelurahan lain. Makanya kita minta di RT itu juga,” ungkapnya.
Politisi Partai Gerindra ini mengungkapkan, RDP ini digelar setelah sebelumnya DPRD Tarakan menerima keluhan dari FKKRT Tarakan, terkait harga tabung gas 3 kg yang dijual pengecer sampai Rp50 ribu hingga Rp100 ribu. Kemudian kewajiban pangkalan menjual tabung pink, yang kemudian membuat pangkalan keberatan.
“Aturan ini seperti menyandera pangkalan. Apalagi ada juga pangkalan yang di PHU soal aturan tabung pink itu,” tandasnya.
Sedangkan pengawasan harga, ia menekankan agar Pertamina dan Agen menindaklanjuti kebawah, ke pangkalan untuk menertibkan dan menegaskan kembali harga jual harus sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) dan tidak memberikan kepada pengecer.
“Soal pengecer ini kan tidak ada regulasinya, makanya kita akan coba ke Kementrian mengusulkan regulasi tersebut. Tapi, kalau sub pangkalan di RT, masih banyak yang tidak setuju. Karakter kita di Kalimantan dengan Jawa berbeda secara geografis. Kalau dijadikan sub pangkalan, sepertinya tidak sesuai karena wilayahnya masih mudah dijangkau,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua FKKRT Tarakan, Rusli Jabba mengapresiasi langkah Pertamina yang mencabut sanksi soal tabung gas 5,5 kg (non PSO), jika pangkalan tidak memenuhi target. Ia pun menyoroti harga tabung gas 3 kg yang tinggi di pengecer dan mengharapkan bisa diberikan kepercayaan sub pangkalan di tingkat RT.
“Karena kalau pangkalan itu kan melayani 5 sampai 10 RT. Misalnya ada sub pangkalan di Tarakan kan kuota tetap sama, tinggal dikelola setiap RT. Pertamina dan Agen juga harus lebih tegas mengawasi harga, kontrol betul pengawasnya, karena barang itu bukan untuk diecerkan,” terangnya.
Mantan Anggota DPRD Tarakan ini pun menyinggung dugaan tabung gas 3 kg dibawa ke lokasi pertambakan diluar Tarakan. “Dari Pertamina yang hadir tadi baru mau laporkan, karena bukan kewenangannya. Apalagi kan tambak ini diluar kota, tapi pemiliknya warga Tarakan, itu harus diperhitungkan,” pungkasnya.
Menanggapi kesepakatan dalam RDP tersebut, Sales Branch Manager Gas Kaltara, Muhammad Ainul Habibi mengatakan terkait punishment bagi agen tabung gas 5,5 Kg, sebenarnya hanya langkah Pertamina untuk menggerakkan pangkalan dalam menjual LPG non PSO.
“Itu bukan sanksi, kewajiban pangkalan penyediaan elpigi non PSO. Jadi, menjual LPG non PSO, pangkalan juga mendapatkan margin dan keuntungan dari berjualan LPG non PSO itu sendiri. Tapi, tidak ada sanksi juga sebenarnya, kecuali memang kalau pangkalan itu melanggar aturan sesuai dalam kontrak,” tegasnya.
Ia pun menegaskan dalam hal pengawasan, Pertamina sudah bekerja maksimal agar bisa mendistribusikan tabung gas bersubsidi maupun non subsidi ke masyarakat yang membutuhkan.
“Tidak ada kebocoran tabung gas, setiap hari kami ke SPBE (Stasiun Pengisian Bulk Elpiji) untuk meninjau quality kontrol dari SPBE diterima agen dan pangkalan tidak ada kebocoran,” pungkasnya.(**)