TARAKAN, Fokusborneo.com – Ratusan pegawai honorer R4 mendatangi Kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan, Senin (22/9/25).
Kedatangan mereka bertujuan untuk menuntut kejelasan status dan nasib mereka yang terancam setelah tahun 2024.
Mereka mendesak Pemkot agar mengusulkan mereka menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) paruh waktu.
Koordinator lapangan sekaligus Ketua Aliansi Honorer R4 Kota Tarakan, Ilwan Hasliansyah, menjelaskan tuntutan ini muncul setelah melihat daerah lain di Kalimantan Utara (Kaltara), seperti Kabupaten Nunukan, Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten Malinau, bahkan Pemerintah Provinsi Kaltara sudah mengusulkan para honorernya.
Dalam orasinya, Ilwan Hasliansyah menyampaikan beberapa poin penting yang menjadi tuntutan para honorer diantaranya meminta penyamaan nasib dengan daerah lain.
“Kami para honorer Tarakan ingin diperlakukan sama dengan daerah-daerah lain di Kaltara yang sudah mengusulkan honorernya ke P3K paruh waktu,” ujarnya.
Poin lainnya, para honor membutuhkan kejelasan status dan payung hukum yang kuat.
Ilwan mengatakan para honorer tidak menuntut kenaikan gaji atau tunjangan, melainkan kepastian status mereka.
“Kami itu hanya butuh payung hukum, hanya kami butuh itu NIP, itu kami butuhkan,” tegasnya.
Dipoin terakhir, para honorer menolak wacana outsourcing. Menurut mereka, sistem ini tidak memberikan kepastian dan rawan pemutusan hubungan kerja, terutama bagi honorer yang usianya sudah tidak muda.
Ilwan Hasliansyah memaparkan pihaknya telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan Wali Kota, Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), bahkan telah mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor Dewan bersama Komisi 1.
Namun, hingga kini, mereka belum mendapatkan kepastian. Pihak pemerintah selalu beralasan ada masalah anggaran dan belanja pegawai.
”Ternyata kami tidak dimasukkan dalam belanja pegawai, yang ada kami dimasukkan di barang dan jasa,” kata Ilwan.
Ilwan mengungkapkan total honorer R4 di Tarakan saat ini mencapai 541 orang. Gaji mereka terbilang sangat minim, mulai dari Rp 1,2 juta hingga paling tinggi Rp 2 juta. Meskipun gaji kecil, mereka tetap bertahan karena rezeki dinilai datang dari berbagai arah.
”Walaupun gaji kami ini kecil, kami bisa cari di lain. Buktinya sampai sekarang ini anak-anak masih bertahan dengan gaji. Seperti Dinas Kebersihan, gaji mereka itu yang paling rendah di Tarakan. Gaji mereka itu Rp 1.200.000, Rp 1.300.000,” pungkasnya.
Para honorer ini juga telah mengabdi puluhan tahun, bahkan ada yang sudah bekerja selama 15 hingga 20 tahun.
Massa yang berkumpul di ruang Serbaguna Pemkot Tarakan menyatakan akan terus bertahan hingga mendapatkan keputusan langsung dari Wali Kota. Mereka berharap ada pertemuan resmi dengan semua pihak terkait, seperti BKPSDM, Asisten 3, Komisi 1 DPRD, dan Sekretaris Daerah.
”Jika mungkin hari ini Pak Wali tidak ada, kita akan tunggu, soalnya kan zaman sudah canggih. Mungkin lewat telepon atau Zoom, kita akan menunggu Pak,” tegasnya.
Para honorer berharap agar pemerintah tidak menghambat proses pengusulan mereka, seperti yang mereka rasakan saat ini. Mereka juga mengingatkan bahwa sistem yang ada sekarang berisiko menimbulkan temuan di masa mendatang jika tidak ada payung hukum yang jelas.(**)













Discussion about this post