Oleh: Doddy Irvan
Saya memuji Ernest Silvanus. Sekretaris Daerah Kabupaten Malinau. Wawancaranya bersama Presenter Metro TV, Yohana Margaretha di Program Top News luar biasa. Penjelasannya soal insiden di hanggar Bandara RA Bessing Malinau, runut sekali. Intonasi suaranya jelas dan tegas. Pembawaannya tenang. Dan senyumnya selalu mengembang. Mematahkan seluruh opini negatif yang berkembang tak terkendali.
Potongan video pendek berdurasi 7 menit dan 7 detik itu saya dapatkan dari istri saya. Ia menonton dari handphone menjelang tidur. Saya disebelah mendengar sepintas. Karena sudah ngantuk, saya minta dikirimkan. Rencana paginya saya mau menonton di speed boat dalam perjalanan ke Tanjung Selor.
Ternyata ada tiga potongan video. Yang pertama durasinya 3:27 detik. Kedua 3:26 dan video terakhir 54 detik. Wawancara ini dilakukan jarak jauh. Yohana di studio Metro TV, Jakarta dan Ernest di kediamannya Malinau. Saya dengarkan video itu berkali-kali. Gila. Penjelasan Ernest –kalau dipotong dengan pertanyaan Yohana– totalnya palingan 5:20 detik tapi dapat menjawab seluruh kontroversi.
Saya merasakan beban psikologi Ernest pada wawancara itu. Bayangkan, dia harus berbicara mewakili Bupati, yang didengar jutaan pemirsa. Isu yang menjadi tranding topik. Video yang viral mengalahkan Omicron dan Edy Mulyadi.
Tapi tak terdengar sedikit pun nada suaranya bergetar. Tanda gerogi. Intonasinya tegas, tanpa melibatkan emosi. Andaikan Ernest melibatkan emosi pun wajar. Sebab, gara-gara video pendek yang Anda sudah tonton itu merusak citra Malinau seketika.
Kabupaten di Kalimantan Utara itu digambarkan begitu bar-bar. Tidak tahu aturan. Anggota Satpol PP nya lebay. Masuk ke hanggar di kawasan terbatas seenaknya mengusir Susi Air. Ditambah cuitan pemilik Susi Air, Susi Pudjiastuti di Twitter beredar luas. Seolah, Susi Air sedang dizolimi oleh pemerintah Malinau yang arogan.
Opini negatif yang diterima Malinau nyaris tidak terkendali. Folower Susi yang mencapai 2.930.416 mulai ikut ambil bagian. Maklum, sejak jadi Menteri Kelautan dan Perikanan Susi sudah punya pendukung fanatik. Apalagi setelah dia kena reshuffle, followernya semakin membludak. Jadi semakin membabi buta.
Belum sempat bernafas panjang, muncul twitt Benny K Harman politisi Partai Demokrat. Yang mengambil momentum mengkritik penegakkan hukum di Indonesia. Yah, Benny sepertinya ingin menggambarkan kondisi buruk penegakkan hukum di Indonesia dengan menjadikan contoh kasus Malinau.
Niat hati ingin memberikan simpati ke Susi Pudjiastuti. Eh, serangan malah berbalik. Benny K Harman, langsung diingatkan kalau Bupati Malinau Wempi W Mawa adalah kader Partai Demokrat.
Buset. Seketika Kadrun dan Cebong sahut-sahutan. Pembahasan bukan lagi pada substansi. Mengapa Satpol PP mengeluarkan peralatan milik Susi Air dari hanggar? Kenapa kontrak sewa hanggar tidak diperpanjang? Airlines apa yang akan menggantikan Susi Air? Apakah Satpol PP sudah mendapatkan izin untuk masuk ke areal Bandara? Semua tak terjawab. Pembahasan jadi menyerang Benny dan Partai Demokrat.
Pertanyaan-pertanyaan publik itu bagaikan menggantung di atas pelafon hanggar tanpa terjawab. Sepekulasi bermunculan. Para pengamat mulai bicara. Netizen pun berubah jadi pengamat penerbangan. Yang kasihan Satpol PP, jadi bahan olok-olokan.
Saya pun geregetan. Bertanya-tanya, kenapa Pemkab Malinau belum bersuara. Apakah mereka takut karena telah melakukan blunder? Ada sih, kutipan wawancara Bupati dibeberapa media. Tapi hanya sepotong. Seputar kontrak sewa hanggar yang tidak diperpanjang. Penjelasannya tidak komprehensif. Belum memuaskan.
Baru sehari setelah peristiwa itu digelar konfrensi pers resmi. Yang hadir seluruh pejabat berwenang. Tapi saya tidak tertarik mendengar penjelasan resmi itu. Tidak fokus. Pengambilan gambarnya sangat monoton. Zoom out.
Saya mulai membaca, sepertinya Pemkab Malinau tidak mau terburu-buru menyampaikan fakta yang terjadi. Mereka memilih untuk konsolidasi. Rapat bersama pihak berwenang. Mengumpulkan data. Setelah lengkap baru menyampaikan ke publik. Ini sesuai prinsif kehati-hatian.
Ibarat Valentino Rossi. Ketinggalan dibelakang, menyalip ditikungan terakhir dan menang. Dan itu yang terjadi. Ernest Silvanus lah si Valentino Rossi itu. Saya juga memuji keputusan Bupati Wempi menunjuk Ernest menjadi juru bicara pemerintah. Ia tampil didepan. Sangat trengginas. Dingin dan fokus. Tugasnya maha berat, membalikan opini. Dan Ernest pun berhasil. Sirkuit pun gegap gempita. Minimal saya. Tiba-tiba terdiam, lalu bersorak. Rossi finis dan Ernest juaranya.
Inilah wawancara itu. Saya coba menyimpulkannya. Tidak mengutip secara utuh karena masih dalam perjalanan. Namun yakin tidak akan keluar dari konteks.
Berikut pertanyaan pertama Yohana. “Benarkah Pemkab Malinau tidak memperpanjang kontrak sewa hanggar Susi Air?” Pertanyaan ini langsung dijawab Ernest. Iya tampil menggunakan baju batik berwarna merah. Sisiran rambutnya ada jambul sedikit. Khas anak muda. Segar dan trendi.
“Memang ada surat pengajuan perpanjangan kontrak hanggar Susi Air ditanggal 13 November 2021 untuk tahun 2022. Perlu saya jelaskan bahwa kontrak hanggar itu tahunan, bukan 10 tahunan. Jadi kontraknya itu dari Januari sampai Desember. Dan setiap tahun harus diperpanjang,” jelas Ernest.
“Perlu saya luruskan pernyataan dari pihak Susi Air bahwa tidak ada pemberitahuan. Itu salah. Tertanggal 9 Desember ada surat Bupati Malinau ke pihak Susi Air. Isinya tidak memperpanjang kontrak hanggar.”
Satu opini soal kontrak hanggar selesai. Berikutnya Ernest meluruskan kata-kata diusir. “Seharusnya sesuai kontrak pertanggal 31 Desember 2021 pihak Susi Air harus mengosongkan hanggar. Tapi sampai tanggal 1 dan 2 Januari belum dikosongkan. Kami pun melayangkan surat sampai dua kali. Baru pihak Susi Air menjawab surat kedua pada tanggal 13 Januari. Isinya memohon untuk meminta waktu 3 bulan. Tentu saja tidak bisa. Karena kami terikat kontrak dengan pihak lain dan wajib menyiapkan hanggar,” ungkap Ernest.
Pertanyaan kedua Yohana soal alasan Pemkab Malinau tidak memperpanjang kontrak hanggar Susi Air. Ernest menjawab tiga hal. Namun tidak semua dia umbar ke publik. Itu menandakan Ia tetap menjaga marwah Susi Pudjiastuti. Jangan sampai malu.
“Silahkan pihak Susi Air jika ingin ke Malinau mengklarifikasi kewajiban-kewajiban apa saja yang tidak dipenuhi. Kami terbuka,” ujarnya.
Untung, Yohana bukan presenter yang cenderung memojokkan narasumbernya. Pertanyaannya fokus dan tidak keluar konteks. Ia tidak mengejar isi kontrak. Tapi kalau pun didesak, saya yakin Ernest tidak akan membukanya. Itu membuatnya tambah elegan. Mungkin dia sadar, durasi wawancara ini pendek. Dan bukan tempatnya mempermalukan Susi Air.
Seperti pertanyaan ke tiga yang menjadi biang kerok kontroversial terkait pemindahan paksa pesawat. Apakah ada izin? Gestur Ernest pun berubah. Badannya condong ke depan seperti orang yang ingin berdiri. Lantas duduk kembali. Spontan tiga jarinya diangkat. Menandakan pemerintah sudah melayangkan tiga kali surat peringatan.
“Harusnya mereka dengan sadar meninggalkan hanggar,” “Kami sudah berkoordinasi dengan pihak Bandara, disaksikan karyawan dan engineering Susi Air untuk memindahkan peralatan dan pesawat untuk dipindahkan ke lokasi yang sudah ditentukan pihak Bandara. Karena ini hanggar milik pemerintah jadi tenaga yang bisa dikerahkan adalah Satpol PP,” pungkasnya.
Dialog ini juga menampilkan video. Makanya mata Ernest sesekali melihat layar monitor bukan ke kamera. Ia seperti ingin menceritakan adegan pernah adegan yang ada di video itu.
“Itu masih ada satu pesawat di hanggar. Silahkan dilihat. Menurut teknisi mereka, untuk mengeluarkan pesawat itu butuh alat. Kami masih memberikan ruang. Silahkan datangkan alatnya, dan keluarkan secara mandiri.”
Nah, dalam kesempatan itu Ernest juga menjawab secara tidak langsung isi pernyataan Susi Pudjiastuti di twitternya. Seolah-olah pihak Pemkab Malinau tidak ada rasa terimakasih kepada Susi Air yang telah 10 tahun melayani penerbangan perintis.
“Harap diketahui. Pelayanan penerbangan perintis di Malinau ini sejak tahun 70-an. Kita tahu ada MAF (Mission Aviaton Fellowship) melayani perintis sampai tahun 2008. Ada DAS (Dirgantara Air Service). BAT (Borneo Air Transport), Kalstar, Trigana Air, Wings Air, Susi Air dan kemudian Smart Air. Semuanya berjasa untuk Kabupaten Malinau.”
Diakhir wawancara sesaat sebelum Yohana closing, Ernest memohon untuk diberikan kesempatan menyampaikan konklusi. Untung presenter cantik ini memberikan kesempatan. Ernest pun tidak menyia-nyiakannya. Inilah kunci dari wawancara itu. Membalikkan semua citra buruk Malinau setelah babak belur lebih dari 24 jam.
“Sedikit saja mbak.” “Silahkan Pak. Sedikit saja ya Pak,” jawab Yohana.
“Yang pertama kami tidak mengusir. Pesawat masih disekitar apron Bandara. Yang kedua tidak ada kericuhan. Karena semua adalah aparat dan petugas. Yang ketiga semua kegiatan kami sepengetahuan UPB Bandara. Demikian terimakasih,” katanya sambil mengapitkan kedua telapak tangan, tanda terimakasih.
Itulah Ernest. Keren. Dalam waktu singkat dia mampu membalikan opini. Menurut saya, Ernest bisa disejajarkan dengan dua juru bicara legendaris Mabes Polri. Boy Rafi Amar dan Argo Yuwono. Atau dua orang mantan jubir KPK Johan Budi dan Febri Diansyah.
Kalau saya Presiden Jokowi. Ernest akan saya tarik jadi juru bicara istana menggantikan Fadjroel Rachman. Tapi apakah Wempi rela ditinggalkan juru bicara andalannya? Walahualam. (pai)
Discussion about this post