TARAKAN, Fokusborneo.com – Dampingi kunjungan Ombudsman RI, Wakil Wali Kota Tarakan, Ibnu Saud, menilai kualitas makanan dan penyajian dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Tarakan sudah cukup baik, meski pelaksanaannya masih menunggu kejelasan standar dari pemerintah pusat.
Ibnu Saud mendampingi Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais, dalam kunjungan kerja ke lokasi pelaksanaan program MBG dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kota Tarakan, Rabu (22/10/2025). Rombongan meninjau dapur penyedia makanan di salah satu SPPG, SDN Utama 2, serta Sekolah Rakyat di Kelurahan Kampung Enam.
Dalam kunjungan tersebut, pemerintah daerah bersama Ombudsman meninjau langsung proses penyediaan makanan bergizi untuk pelajar sekolah serta meninjau kondisi sarana dan prasarana pendukung program. Dari hasil pengamatan, Ibnu Saud menilai pelaksanaan MBG di Tarakan relatif berjalan baik, meski di sisi lain masih terdapat kebutuhan akan kejelasan acuan pelaksanaan di tingkat teknis.
“Kalau mau bilang bagus, ukurannya apa? Mau bilang jelek, ukurannya apa? Karena itu benar-benar tidak jelas. Jadi kalau bicara kuantitatif itu sulit, karena standarnya kita tidak tahu,” ujar Ibnu Saud saat diwawancarai di sela kunjungan.
Ia menilai, secara umum kualitas penyajian makanan dan proses distribusi di lapangan sudah memenuhi unsur kebersihan dan kelayakan. “Kalau kita lihat tadi secara fisik, makanannya oke. Prosesinya di atas rata-rata rumah tangga, belum tentu seperti restoran, tapi sudah lebih baik dibanding rata-rata rumah tangga,” jelasnya.
Namun demikian, Ibnu mengakui ketiadaan standar baku menimbulkan perbedaan persepsi di lapangan, terutama terkait hal-hal teknis seperti penggunaan sarung tangan, penutup kepala, serta metode penyajian makanan.
“Kalau tidak ada SOP yang jelas, kita sulit menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Misalnya, apakah wajib pakai sarung tangan? Apakah boleh menyajikan langsung dengan tangan asal bersih? Ini perlu kejelasan,” ujarnya menambahkan.
Ia menekankan Pemkot Tarakan saat ini berupaya aktif melakukan pengawasan internal untuk memastikan pelaksanaan program berjalan sesuai harapan masyarakat, sambil menunggu petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) dari pemerintah pusat.
“Kami mengambil inisiatif untuk melakukan pengawasan, memantau siapa tahu ada indikasi yang tidak sesuai dengan harapan kita. Tapi tentu kami juga menunggu juklak juknis resmi,” katanya.
Ibnu menjelaskan, sejauh ini pengemasan makanan yang dilakukan oleh pelaksana program sudah cukup memenuhi unsur higienitas. Makanan dikemas dalam wadah tertutup berbahan logam, sehingga aman dan mudah dalam distribusi.
“Relatif aman, dan sejauh ini berjalan dengan baik. Apalagi dibandingkan sebelumnya yang belum ada program seperti ini, tentu ini langkah maju,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ibnu juga menyoroti pentingnya kejelasan pembagian peran antara pemerintah pusat dan daerah dalam menjalankan program MBG. Menurutnya, tanpa dasar hukum yang kuat, pelaksanaan di lapangan berpotensi menghadapi kendala koordinasi.
“Kami berharap juklak dan juknisnya segera keluar, karena kalau ada persoalan di lapangan, yang pertama akan ditanya masyarakat itu pemerintah daerah, bukan pusat,” tegasnya.
Ia menambahkan, meski Tarakan menjadi salah satu daerah pelaksana dengan hasil positif, pengawasan tetap diperlukan untuk memastikan keseragaman standar antar wilayah.
“Saya belum melihat langsung bagaimana pelaksanaan di Nunukan atau Bulungan, tapi kalau dibandingkan dengan Tarakan, saya percaya sejauh ini kita masih yang terbaik di Kalimantan Utara,” ujar Ibnu.
Ombudsman RI sendiri, melalui Anggota Indraza Marzuki Rais, sebelumnya menegaskan kehadiran lembaganya dalam kunjungan tersebut bukan untuk mencari kesalahan, melainkan memastikan bahwa pelaksanaan program MBG sebagai program nasional berjalan sesuai tujuan dan mendapat dukungan dari semua pihak, termasuk pemerintah daerah. (**)
Discussion about this post