NUNUKAN – Pengadilan Negeri Nunukan akhirnya memenangkan gugatan PT Pipit Mutiara Jaya (PMJ) atas PT Sebakis Inti Lesatri (SIL). Sidang putusan digelar Kamis (10/11) dibacakan Hakim Ketua Herdiyanto Sutantyo.
‘’Menyatakan Tergugat 1 (PT SIL) terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. Menyatakan penggugat (PT PMJ) berhak dan berwenang melakukan kegiatan produksi Batubara. Berhak menebang pohon-pohon dalam rangka pembukaan lahan serta melakukan kegiatan-kegiatan lainnya diatas lahan seluas 1.002,51 hektar sesuai Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor SK SK 130/MENLHK/SETJEN/PLA.0/2/2022,’’ ungkap Hardiyanto Hakim Ketua saat membacakan putusan Pengadilan.
Apa yang melatarbelakangi PT PMJ menggugat PT SIL? Kasus ini bermula di tahun 2018. PT PMJ adalah pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) Batubara seluas 2000 hektar. Lokasinya berada di Sebakis, Desa Pembliangan, Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan. Ketika perusahaan ingin melakukan eksplorasi, PT SIL keberatan. Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit milik Konglomerat Hartati Murdaya ini mengklaim lokasi tambang berada di wilayah kerjanya. Bahkan, di lokasi PIT 600, Pit 700, Pit 800 telah ditanami Kelapa Sawit.
![width"450"](https://fokusborneo.com/wp-content/uploads/2024/07/IMG_20240718_195053_600_x_1100_piksel.jpg)
‘’Seluruh persyaratan eksplorasi telah kami penuhi. Misalnya membuat Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dan telah disetujui Ditjen Mineral Batubara Kementerian ESDM tanun 2022, sebanyak 300 ribu ton. Artinya ketika RKAB disetujui, seluruh dokumen tidak ada masalah,’’ ujar Kuasa Hukum PT PMJ Sofyan Ibnu Hasyim SH MH.
Namun saat ingin melakukan penambangan pihak PT SIL berupaya menghalang-halangi. Alat produksi milik PT PMJ dilarang melakukan kegiatan. Bahkan, PT SIL mendirikan pos penjagaan di areal tersebut. Menurut Sofyan, PT SIL telah melakukan perbuatan melanggar hukum.
Upaya mediasi pun dilakukan. Kedua belah pihak sempat difasilitasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara. Akan tetapi upaya ini menemui jalan buntu. Pihak PT SIL tetap merasa memiliki hak di lahan tersebut.
Tidak ada jalan lain, akhirnya PT PMJ menempuh jalur hukum. Yakni dengan mendaftarkan Gugatan Perdata di Pengadilan Negeri Nunukan sejak Bulan Mei lalu. PT SIL menjadi Tergugat 1 dan Pemerintah Kabupaten Nunukan sebagai Tergugat 2. Mengapa Pemkab Nunukan juga ikut digugat PT PMJ? Yah, karena perusahaan tambang ini menilai, Pemkab Nunukan telah lalai dengan menerbitkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) kepada PT SIL yang tertuang dalam SK Bupati Nunukan Nomor 447 Tanggal 13 Juni Tahun 2005.
Pada kenyataannya, IUP PT SIL tersebut berada di areal PT PMJ di Sebakis Desa Pembliangan, Kecamatan Sebuku. Areal tambang tersebut seluas 2000 hektar. Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nunukan Nomor 835 Tahun 200.
‘’Dasar kami SK Bupati Tahun 2004. Sedangkan mereka Tahun 2005. Dua surat inilah yang mengakibatkan tumpang tindih lahan. Makanya, kami juga akhirnya ikut menggugat Bupati Nunukan,’’ lanjut Sofyan.
Kasus ini mulai dipersidangkan sejak bulan Mei lalu. Sejumlah pihak diperiksa dan dimintai keterangannya, termasuk saksi ahli. Namun, majelis hakim tampaknya mengabulkan gugatan PT PMJ. Karena dianggap mampu meyakinkan majelis hakim dengan sejumlah dokumen. Termasuk pula mengabulkan sebagian tuntutan materil akibat kerugian yang ditimbulkan akibat menghalangi produksi Batubara yang dilakukan PT SIL.
Dalam Surat Gugatan, PT PMJ menuntut PT SIL Rp 3 Triliun. Namun, dalam Amar Putusannya Majelis Hakim hanya mengabulkan ganti rugi materil sebesar Rp 23 miliar lebih, Sedangkan permohonan agar bias segera melakukan produksi di Pit 600, Pit 700 dan Pit 800 Majelis Hakim tanpa keraguan mengabulkannya.
“Yang penting bagi klien kami bisa segera melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi diatas izin yang telah diterbitkan sesuai undang-undang,’’ tutup Sofyan. (adv)